Mengenal One Way dan Contraflow yang Jadi Pamungkas Lawan Kemacetan Mudik

Ilustrasi one way. Foto: MI/Ramdani.

Mengenal One Way dan Contraflow yang Jadi Pamungkas Lawan Kemacetan Mudik

Surya Perkasa • 1 April 2025 19:48

Jakarta: Pemerintah dan Polri rutin menerapkan rekayasa lalu lintas contraflow dan satu arah (one way) selama arus mudik dan balik lebaran beberapa tahun belakangan. Pemberlakuan rekayasa lalu lintas ini bahkan dinilai ampuh mengurai kemacetan yang kerap terjadi saat jutaan kendaraan pemudik meninggalkan Jakarta.

Tradisi mudik lebaran selalu diwarnai lonjakan volume kendaraan di jalur utama seperti Pantura dan Tol Trans-Jawa. Pada 2025, Kepala Korlantas Polri Irjen Agus Suryonugroho mengungkap bahwa kendaraan yang keluar Jakarta masih tinggi hingga Selasa, 1 April 2025, pagi. Tercatat sebanyak 1,9 juta kendaraan telah keluar Ibu Kota pada masa mudik Lebaran Idulfitri 2025 ini.

Sementara itu arus balik diprediksi memuncak pada 3–5 April. Untuk mengurai kepadatan, rekayasa lalu lintas oneway dan contraflow kembali menjadi andalan saat mudik dan arus balik. Namun, apakah kedua skema ini cukup efektif sebagai solusi jangka panjang?

Beda oneway dan contraflow

One way
Mengutip dari beragam sumber, one way adalah sistem pengaturan satu arah. Dengan kata lain, one way merupakan rekayasa lalin dengan mengubah jalur yang tadinya dua arah menjadi satu arah. Penerapan one way ini dilakukan untuk mengatasi kemacetan saat volume kendaraan tinggi.

Contohnya, one way di Tol Jakarta-Cikampek KM 70–KM 414 yang diubah menjadi satu arah ke arah timu Jawa selama 48 jam pada 27–29 Maret 2025.

Contraflow

Contraflow adalah sistem pengaturan lalu lintas dengan cara mengubah arah normal arus kendaraan di jalan raya. Penerapan contraflow biasanya dilakukan untuk mengatasi kemacetan, atau ketika dilakukan pemeliharaan jalan, hingga evakuasi darurat.

Saat contraflow diberlakukan, maka penambahan lajur untuk kendaraan ditambah dari lajur arah berlawanan. Setiap penerapan contraflow biasanya selalu diawasi dan dijaga oleh aparat kepolisian.

Contohnya, pemanfaatan sebagian jalur berlawanan arah untuk mengurangi kemacetan. di jalur KM 47 hingga KM 70 Tol Jakarta-Cikampek yang dibuka untuk arus mudik pada periode tertentu.
 
Baca: Contraflow dan One Way Tak Bisa jadi Solusi Jangka Panjang Urai Kemacetan Mudik">Contraflow dan One Way Tak Bisa jadi Solusi Jangka Panjang Urai Kemacetan Mudik


Menurut studi Agus Salim dalam Jurnal Kajian Manajemen dan Rekayasa Lalu Lintas (2024), one-way meningkatkan kapasitas jalan hingga 40%, tetapi berisiko menimbulkan kemacetan di rute alternatif. Sementara itu, contraflow dinilai lebih fleksibel namun berpotensi meningkatkan risiko kecelakaan akibat kebingungan pengendara.
 

Implementasi pada 2025, mengukur efektivitas dan tantangan

Penerapan one-way dan contraflow ini tak sepenuhnya manis tanpa tantangan. Ada beberapa isu yang membuat penerapan rekayasa lalu lintas ini perlu mendapat pengawasan dan evaluasi berkelanjutan. Di antaranya:

1. Penurunan kecelakaan vs. risiko kebingungan

Korlantas Polri melaporkan penurunan kecelakaan mudik sebesar 31% pada 2025 berkat kombinasi one-way dan contraflow dengan sosialisasi intensif. Namun, di lapangan, banyak pengendara mengeluhkan kebingungan saat contraflow diterapkan.

Risiko aquaplaning dan tabrakan akibat perubahan jalur masih menjadi ancaman, terutama di ruas jalan tol yang masih rawan genangan saat cuaca buruk. Apalagi, Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) memprediksi sejumlah wilayah masih berpotensi diterjang hujan deras disertai angin kencang.

2. Dampak kepada logistik dan transportasi umum

Kebijakan one-way di Tol Cikampek (27–29 Maret) diiringi pembatasan operasi angkutan logistik. Kebijakan ini diprotes asosiasi pengusha truk meski pemerintah memberikan dispensasi untuk kendaraan pengangkut kebutuhan pokok.

Walau secara umum kedua rekayasa lalu lintas ini mampu menekan penumpukan kendaraan pemudik, Ketua Bidang Advokasi dan Kemasyarakatan Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI) Djoko Setijowarno,  menegaskan rekayasa lalu lintas ini hanya bersifat darurat.

"Kedua skema ini tidak menyelesaikan akar masalah, yaitu ketergantungan pada kendaraan pribadi. Pemerintah harus memperbaiki tata kelola transportasi massal seperti kereta dan bus antar-kota," ujar Djoko dikutip dari Media Indonesia, Selasa, 1 April 2025.
 
Baca juga: Korlantas Polri: Hingga 1 April 2025, 1,9 Juta Kendaraan Keluar Jakarta

Senada dengan Djoko, studi World Bank (2023) menyatakan bahwa peningkatan kapasitas transportasi umum dapat mengurangi emisi karbon hingga 25 persen dan kemacetan hingga 35 persen di kota-kota Asia Tenggara. Apalagi, Jakarta sebagai kota keberangkatan pemudik teratas di Indonesia juga masuk peringkat 7 kota termacet dunia berdasarkan Global Traffic Scorecard 2024 yang dirilis INRIX.

Hal ini menunjukkan volume kendaraan pribadi di Jakarta terus meningkat karena Jakarta 'naik peringkat' dari posisi ke-10 termacet di dunia pada 2023.

Jangan lupa ikuti update berita lainnya dan follow  akun
Google News Metrotvnews.com
Viral!, 18 Kampus ternama memberikan beasiswa full sampai lulus untuk S1 dan S2 di Beasiswa OSC. Info lebih lengkap klik : osc.medcom.id
(Surya Perkasa)