Siswa Minta Pindah Sekolah Pascaledakan di SMAN 72, Pramono Tak Mau Berdampak Panjang

Gubernur DKI Jakarta Pramono Anung. Foto: Metro TV/Endhita.

Siswa Minta Pindah Sekolah Pascaledakan di SMAN 72, Pramono Tak Mau Berdampak Panjang

Fachri Audhia Hafiez • 16 November 2025 13:28

Jakarta: Gubernur DKI Jakarta Pramono Anung memastikan bakal merumuskan persoalan pengajuan pindah sekolah oleh para siswa pascaledakan di SMAN 72 Jakarta. Dia tak ingin persoalan ini berdampak panjang, khususnya di lingkungan pendidikan.

"Karena saya tak mau kemudian dampaknya sampai panjang," kata Pramono di Jakarta, seperti dikutip dari Antara, Minggu, 16 November 2025.
 


Pramono mengaku terkejut dengan kabar itu. "Dampaknya juga di luar dugaan saya, banyak siswa yang kemudian minta pindah sekolah," ujar Pramono.

Pada kesempatan sebelumnya, Pramono berharap pembelajaran tatap muka dapat kembali diterapkan di SMA Negeri 72 Jakarta pada Senin, 17 November 2025. Karena sebagian besar siswanya sudah ingin melakukan pembelajaran tatap muka.

Alasan SMAN 72 ingin kembali melakukan pembelajaran tatap muka karena mereka ingin membuktikan bahwa sekolah tersebut sudah aman. Pramono pun mengaku mendukung dan memberikan kebebasan kepada pihak SMAN 72 untuk memutuskan hal tersebut.


Petugas Puslabfor Polri melakukan penyelidikan tempat kejadian ledakan di masjid SMAN 72 Jakarta. Foto: Media Indonesia/Usman Iskandar.

Peristiwa ledakan di lingkungan SMAN 72 Jakarta, terjadi di dua lokasi yakni dalam masjid dan samping bank sampah, saat khotbah solat Jumat pada Jumat siang, 7 November 2025. Densus 88 Antiteror Polri menemukan tujuh bom di lokasi.

Sebanyak tiga di antaranya tidak meledak dan empat lainnya meledak di dua lokasi. Selain itu, polisi juga menemukan dua senjata mainan di lokasi ledakan.

Akibat insiden ini, 96 orang luka-luka, termasuk pelaku. Siswa F melakukan tindakan ini karena ingin balas dendam atas perasaan telah ditindas dan tidak ada yang memperhatikan. Terlebih, siswa ini menginspirasi enam figur luar negeri yang beraliran ekstrimisme.

Siswa F diduga telah melakukan perbuatan melawan hukum yang patut diduga melanggar norma hukum. Siswa melanggar Pasal 80 ayat (2) Jo Pasal 76 c Undang-undang Perlindungan Anak. Kemudian, melanggar Pasal 355 KUHP dan atau Pasal 187 KUHP serta Pasal 1 ayat (1) Undang-Undang Darurat No. 12 Tahun 1951.

Meski demikian, pihak kepolisian mengedepankan Sistem Peradilan Anak. Lantaran, korban maupun pelaku berstatus anak di bawah umur.

Jangan lupa ikuti update berita lainnya dan follow  akun
Google News Metrotvnews.com
Viral!, 18 Kampus ternama memberikan beasiswa full sampai lulus untuk S1 dan S2 di Beasiswa OSC. Info lebih lengkap klik : osc.medcom.id
(Fachri Audhia Hafiez)