Tumbuh 27%, Pembiayaan Pindar Tembus Rp82,59 Triliun di Mei 2025

Ilustrasi. Foto: Dok istimewa

Tumbuh 27%, Pembiayaan Pindar Tembus Rp82,59 Triliun di Mei 2025

M Ilham Ramadhan Avisena • 8 July 2025 15:57

Jakarta: Pertumbuhan penyaluran pembiayaan pinjaman daring (pindar) tercatat mencapai 27,93 persen pada Mei 2025, atau senilai Rp82,59 triliun. Pertumbuhan itu dinilai sebagai tanda industri keuangan nonbank masih mampu mencatatkan kinerja positif.

Anggota Dewan Komisioner merangkap Kepala Eksekutif Pengawas Lembaga Pembiayaan, Modal Ventura, dan Lembaga Keuangan Lainnya Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Agusman mengatakan, sektor pembiayaan di industri keuangan nonbank ini juga memiliki profil risiko yang terjaga.

"Non performing financing (NPF) gross tercatat 2,57 persen dan NPF net 0,88 persen. Gearing ratio perusahaan pembiayaan tercatat 2,20 kali, di bawah batas maksimum 10 kali," kata dia dalam konferensi pers secara daring, Selasa, 8 Juli 2025.

Adapun pada Mei 2025 piutang pembiayaan yang disalurkan oleh perusahaan pembiayaan tercatat menembus Rp504,58 triliun, atau tumbuh 2,83 persen secara tahunan.

Agusman menuturkan, pembiayaan dengan skema Buy Now Pay Later (BNPL) turut mengalami pertumbuhan signifikan, yakni mencapai 54,26 persen, setara Rp8,58 triliun. Namun pembiayaan dengan skema tersebut juga tercatat memiliki rasio kredit bermasalah yang lebih tinggi, yaitu 3,74 persen.
 

Baca juga: 

Blokir 17 Ribu Rekening Terkait Judol, OJK Minta Perbankan Serius 'Pelototi' Jual-Beli Rekening



(Ilustrasi. Foto; Dok istimewa)

Tingkat wanprestasi 90 hari masih relatif aman

Tingkat wanprestasi 90 hari (TWP 90) pada pinjaman daring tercatat ada di level 3,19 persen. Angka itu dinilai masih relatif aman oleh OJK. Agusman juga menyampaikan, perusahaan pindar yang memiliki TWP 90 di atas lima persen masih dapat menerima pinjaman dan menyalurkan pembiayaan.

"Namun penting sekali dicatat dan kita maklumi bahwa apabila TWP 90 telah mencapai ambang batas tersebut, maka OJK akan melakukan langkah pembinaan, antara lain melalui penerbitan surat pembinaan dan permintaan penyampaian rencana aksi atau action plan yang konkret untuk menurunkan tingkat wanprestasi dimaksud," jelasnya.

"Jika dalam proses analisis dan pembinaan ditemukan potensi risiko yang lebih serius seperti gagal bayar atau aspek pelanggaran terhadap ketentuan, OJK dapat mengenakan sanksi administratif termasuk penghentian sementara penyaluran penyelenggaraan dan pembatasan terhadap penerimaan lender baru," lanjut Agusman.

Saat ini terdapat beberapa penyelenggara yang tengah menghadapi kasus gagal bayar dan telah dikenakan sanksi pembatasan kegiatan usaha (PKU). Dalam masa pembatasan tersebut, kata Agusman, penyelenggara tidak diperkenankan melakukan penyaluran penerimaan baru hingga penyelenggara tersebut menyelesaikan kewajiban dan menunjukkan perbaikan yang memadai.

Jangan lupa ikuti update berita lainnya dan follow  akun
Google News Metrotvnews.com


(Eko Nordiansyah)