Ilustrasi. Foto: dok Sahabat Pegadaian.
Husen Miftahudin • 29 October 2025 11:12
Jakarta: Harga emas (XAU/USD) kembali melanjutkan tren pelemahannya pada perdagangan Selasa, 28 Oktober 2025 malam waktu Amerika Utara, tertekan oleh meningkatnya selera risiko global setelah muncul tanda-tanda positif dalam negosiasi perdagangan antara Amerika Serikat dan Tiongkok. Logam mulia ini melemah 0,63 persen dan kini diperdagangkan di kisaran USD3.955, setelah sempat menyentuh level terendah tiga minggu di bawah USD3.900.
Tekanan jual pada emas terjadi karena investor mulai meninggalkan aset safe haven dan beralih ke pasar saham, seiring dengan mencairnya ketegangan geopolitik serta meningkatnya optimisme terhadap kesepakatan dagang antara Washington dan Beijing. Ketika risiko global menurun, minat terhadap aset pelindung seperti emas otomatis berkurang.
Berdasarkan analisis dari Dupoin Futures Indonesia Andy Nugraha, kombinasi pola candlestick dan indikator Moving Average (MA) saat ini menunjukkan tren bearish masih mendominasi pergerakan XAU/USD. Jika tekanan jual terus berlanjut, harga emas berpotensi meluncur ke area USD3.910, yang menjadi level support penting untuk perdagangan jangka pendek.
"Namun, apabila harga gagal menembus ke bawah dan terjadi koreksi teknikal, peluang rebound menuju area USD4.014 masih terbuka. Level USD4.014 menjadi resistance terdekat yang harus ditembus bila emas ingin kembali ke zona aman," ujar Andy dikutip dari analisis hariannya, Rabu, 29 Oktober 2025.
Pasar menunggu keputusan Fed
Dari sisi fundamental, pasar kini memusatkan perhatian pada rapat kebijakan Federal Reserve (The Fed) yang dijadwalkan berlangsung pada Rabu, 29 Oktober 2025 waktu setempat. Ekspektasi terhadap penurunan suku bunga acuan sebesar 25 basis poin (bps) telah mencapai hampir 100 persen, menurut data dari CME FedWatch Tool.
Jika realisasi sesuai dengan ekspektasi pasar, maka
suku bunga acuan AS akan turun ke kisaran 3,75 persen sampai 4,00 persen, menjadi pemangkasan kedua berturut-turut setelah rapat periode September.
Kebijakan pelonggaran moneter biasanya menjadi katalis positif bagi harga emas karena suku bunga yang lebih rendah menurunkan biaya peluang dalam memegang aset tanpa imbal hasil seperti logam mulia.
Namun, Andy menilai dampak bullish dari keputusan The Fed kali ini kemungkinan terbatas. "Ekspektasi pemangkasan suku bunga sudah sepenuhnya dihargai pasar, sehingga reaksi positif emas bisa bersifat sementara," tutur dia.
(Ilustrasi pergerakan harga emas. Foto: dok Bappebti)
Menanti kesepakatan dagang AS-Tiongkok
Sementara itu, Presiden AS Donald Trump menyampaikan optimismenya kesepakatan dagang dengan Tiongkok dapat dicapai dalam beberapa hari mendatang. Ia bersama Presiden Xi Jinping dijadwalkan bertemu pada Kamis mendatang di sela-sela pertemuan tingkat tinggi Asia untuk membahas finalisasi perjanjian dagang tahap awal. Sentimen positif ini menekan minat beli terhadap emas karena pasar menilai risiko perang dagang semakin mengecil.
Di sisi lain, Indeks Dolar AS (DXY) melemah tipis 0,11 persen ke posisi 98,68, sementara imbal hasil obligasi Treasury AS tenor 10 tahun relatif stabil di 3,981 persen. Imbal hasil riil AS yang berkorelasi negatif dengan emas juga bertahan di 1,701 persen, menandakan masih adanya tekanan moderat terhadap harga logam mulia tersebut.
Sebagai tambahan, Bank of America memperbarui proyeksi harga emasnya untuk kuartal keempat menjadi USD3.800 per ons, dengan alasan bahwa pasar telah memasuki kondisi jenuh beli setelah reli panjang dalam beberapa bulan terakhir. Mereka memperkirakan koreksi harga seperti yang terjadi pekan ini merupakan bagian dari fase konsolidasi alami sebelum potensi pemulihan baru pada akhir tahun.
"Tren emas dalam jangka pendek masih cenderung melemah dengan potensi tekanan ke level USD3.910. Namun, volatilitas berpotensi meningkat menjelang pengumuman kebijakan The Fed. Selama harga emas belum mampu menembus kembali di atas USD4.000 secara konsisten, tekanan bearish masih lebih dominan dibandingkan peluang
rebound," jelas Andy.