Ilustrasi. Foto: dok MI.
Media Indonesia • 2 January 2024 14:25
Jakarta: Pemerintah telah menerbitkan peraturan yang mengubah penghitungan tarif Pajak Penghasilan (PPh) yang berkaitan dengan pekerjaan, jasa, atau kegiatan wajib pajak orang pribadi. Aturan itu disebut memudahkan penghitungan pajak terutang bagi wajib pajak.
Ketentuan tersebut diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 2023 tentang Tarif Pemotongan Pajak Penghasilan Pasal 21 atas Penghasilan Sehubungan dengan Pekerjaan, Jasa, atau Kegiatan Wajib Pajak Orang Pribadi yang diundangkan pada 27 Desember 2023.
Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan Dwi Astuti mengatakan, peraturan itu mulai berlaku efektif pada 1 Januari 2024. Kemudahan yang diatur dalam beleid itu, kata dia, tercermin dari kesederhanaan penghitungan pajak terutang.
"Sebelumnya, untuk menentukan pajak terutang, pemberi kerja harus mengurangkan biaya jabatan, biaya pensiun, iuran pensiun, dan Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP) dari penghasilan bruto. Hasilnya baru dikalikan dengan tarif pasal 17 UU PPh," kata Dwi melalui keterangan tertulis yang diterima, Selasa, 2 Januari 2024.
"Dengan PP ini, penghitungan pajak terutang cukup dilakukan dengan cara mengalikan penghasilan bruto dengan tarif efektif," lanjut dia.
Dwi juga memastikan beleid tersebut tak memberikan tambahan beban pajak baru. Penerapan tarif efektif bulanan bagi pegawai tetap hanya digunakan dalam melakukan penghitungan PPh Pasal 21 untuk masa pajak selain masa pajak terakhir.
Sedangkan penghitungan PPh Pasal 21 setahun di masa pajak terakhir tetap menggunakan tarif Pasal 17 ayat (1) huruf a UU PPh seperti ketentuan yang berlaku sebelumnya. Dwi menambahkan, saat ini Ditjen Pajak sedang menyiapkan alat bantu yang akan membantu dalam memudahkan penghitungan PPh pasal 21, yang dapat diakses melalui DJPOnline mulai Bulan Januari 2024.
"Selanjutnya pemerintah akan mengatur ketentuan lebih lanjut dalam Peraturan Menteri Keuangan yang saat ini dalam proses penyusunan tahap akhir," terang Dwi.
Dalam PP 58/2023 tersebut pemerintah mengkategorikan penghitungan tarif PPh Pasal 21 menjadi tiga, yakni, kategori A yang diterapkan atas penghasilan bruto bulanan yang diterima atau diperoleh penerima penghasilan dengan status PTKP, yaitu tidak kawin tanpa tanggungan; tidak kawin dengan jumlah tanggungan satu orang; atau Kawin tanpa tanggungan.
Kategori B, diterapkan atas penghasilan bruto bulanan yang diterima atau diperoleh penerima penghasilan dengan status PTKP, yaitu tidak kawin dengan jumlah tanggungan sebanyak dua orang; tidak kawin dengan jumlah tanggungan sebanyak tiga orang; kawin dengan jumlah tanggungan sebanyak satu orang; atau kawin dengan jumlah tanggungan sebanyak dua orang.
Lalu kategori C, diterapkan atas penghasilan bruto bulanan yang diterima atau diperoleh penerima penghasilan dengan status PTKP kawin dengan jumlah tanggungan sebanyak tiga orang.
"Dengan digunakannya tarif efektif, wajib pajak dapat langsung mengetahui besaran pajak terutang atas penghasilan sebagaimana telah disebutkan di atas dengan cara mengalikan tarif efektif dengan penghasilan bruto," tutur Dwi.
Baca juga: Pemerintah Beri 2.821 Debitur Keringanan Utang Selama 2023