Ilustrasi kurs rupiah terhadap dolar AS. Foto: dok MI/Rommy Pujianto.
Husen Miftahudin • 20 December 2023 09:22
Jakarta: Nilai tukar (kurs) rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) pada pembukaan perdagangan hari ini mengalami penguatan, meski penguatan tersebut tipis.
Mengutip data Bloomberg, Rabu, 20 Desember 2023, rupiah hingga pukul 9.05 WIB berada di level Rp15.496 per USD. Mata uang Garuda tersebut naik 10 poin atau setara 0,06 persen dari Rp15.506 per USD pada penutupan perdagangan hari sebelumnya.
Analis pasar uang Ibrahim Assuaibi mengungkapkan pejabat Fed berupaya meredam spekulasi penurunan suku bunga. Sejumlah pejabat Fed mengatakan, antusiasme pasar terhadap penurunan suku bunga dalam waktu dekat tidak berdasar, dan inflasi yang tinggi dapat membuat kondisi moneter lebih ketat lebih lama.
Presiden Fed Chicago Austan Goolsbee mengaku bingung dengan reaksi pasar terhadap pertemuan The Fed minggu lalu. Sementara Presiden Fed Cleveland Loretta Mester mengatakan The Fed tidak mempertimbangkan penurunan suku bunga, namun lebih kepada berapa lama kebijakan harus tetap ketat untuk mengembalikan inflasi ke target dua persen.
"Komentar mereka agak bertentangan dengan pandangan dovish dari The Fed selama pertemuan kebijakan terakhirnya tahun ini, di mana bank sentral mengatakan pihaknya telah selesai menaikkan suku bunga dan akan mempertimbangkan penurunan pada tahun 2024," jelas Ibrahim.
Pasar juga mempertahankan pertaruhan mereka terhadap penurunan suku bunga lebih awal, dengan harga berjangka dana Fed menunjukkan peluang hampir 63 persen untuk penurunan suku bunga sebesar 25 basis poin pada Maret 2024.
Di Asia, Bank Of Jepang (BOJ) mempertahankan suku bunga pada tingkat negatif dan tidak memberikan petunjuk kapan mereka berencana untuk mulai melakukan pengetatan kebijakan.
Namun, bank sentral memperingatkan inflasi Jepang kemungkinan akan tetap stabil dalam beberapa bulan mendatang, sebuah tren yang dapat membuat bank berada di bawah tekanan yang semakin besar untuk memperketat kebijakan.
"Meskipun Gubernur Kazuo Ueda telah memberikan beberapa sinyal mengenai potensi pengetatan kebijakan pada tahun 2024, ia menegaskan kembali perlunya kebijakan ultra-longgar dalam jangka pendek, dengan alasan meningkatnya risiko ekonomi terhadap Jepang," kata Ibrahim.
Baca juga: Penurunan Imbal Hasil Obligasi dan Komentar The Fed Tekan Dolar AS