#OnThisDay 12 September: Tragedi Berdarah Tanjung Priok 1984

Kawasan Pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta Utara. Budi Warsito

#OnThisDay 12 September: Tragedi Berdarah Tanjung Priok 1984

Whisnu Mardiansyah • 12 September 2025 07:08

Jakarta: Malam 12 September 1984 di kawasan pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta Utara, menjadi malam kelam dan berdarah. Demonstrasi warga yang bermula dari protes warga Muslim atas penangkapan dan perlakuan terhadap pemuka setempat berujung pada penembakan massal oleh aparat keamanan insiden yang kemudian dikenal sebagai Peristiwa Tanjung Priok 1984.

Insiden ini berawal dari masalah sepele. Pada 10 September 1984 seorang aparat dilaporkan memasuki area ibadah dan meminta agar selebaran atau atribut tertentu di sebuah masjid dibersihkan. Tindakan ini dianggap warga sebagai pelanggaran adat dan penghinaan. Ketegangan meningkat setelah beberapa penjaga masjid dan aktivis ditangkap.

Di tengah suasana yang masih panas, pengajian besar diadakan pada malam 12 September di Jalan Sindang Laut yang dihadiri ribuan warga. Setelah pengajian berakhir massa bergerak ke markas Kodim setempat menuntut pembebasan salah tokoh. Situasi berubah menjadi konfrontasi saat aparat militer mengerahkan pasukan dan menurut banyak saksi mata membuka tembakan ke arah massa.
 

Baca: #OnThisDay 11 September: Serangan ke Menara Kembar WTC di New York Aksi Teror Terbesar Abad 21

Laporan Komnas HAM Nomor 027/DP/IV/1993 dalam penyelidikannya menyimpulkan setidaknya 24 orang tewas. Namun korban dan organisasi advokasi mendokumentasikan versi korban yang jauh lebih besar estimasi berkisar ratusan. Dengan banyak laporan mengenai penghilangan paksa, penahanan sewenang-wenang, penyiksaan, dan dugaan penguburan mayat di lokasi tak bertanda. 

Pasca-jatuhnya rezim Orde Baru, tekanan publik memungkinkan penyelidikan resmi. Komnas HAM membentuk tim (KP3T) untuk menyelidiki peristiwa ini; laporan-laporan independen dari organisasi masyarakat sipil mendokumentasikan bukti-bukti pelanggaran hak asasi yang bersifat sistemik: pembunuhan kilat, penahanan sewenang-wenang, penyiksaan, dan penghilangan.

Rekonsiliasi pada 2012, dalam upaya rekonsiliasi, Kejaksaan Agung melalui Kejaksaan Negeri Jakarta Utara memberikan uang kompensasi kepada 103 keluarga korban yang diakui, masing-masing sebesar Rp 184 juta. Pada 2003, 14 terdakwa (perwira TNI/Polri aktif dan pensiunan) diadili di Pengadilan HAM Ad Hoc.

*Pengerjaan artikel berita ini melibatkan peran kecerdasan buatan (artificial intelligence) dengan kontrol penuh tim redaksi.

Jangan lupa ikuti update berita lainnya dan follow  akun
Google News Metrotvnews.com


(Whisnu M)