MK Beri Waktu 2 Tahun untuk Wamen Mundur dari Jabatan Komisaris BUMN

Ilustrasi Mahkamah Konstitusi. Medcom.id

MK Beri Waktu 2 Tahun untuk Wamen Mundur dari Jabatan Komisaris BUMN

Devi Harahap • 28 August 2025 17:06

Jakarta: Mahkamah Konstitusi (MK) dalam putusannya mengabulkan sebagian gugatan Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2008 tentang Kementerian Negara. MK melarang wakil menteri atau wamen rangkap jabatan.

Putusan itu dibacakan Ketua MK Suhartoyo dalam sidang yang digelar di Gedung MK, Kamis, 28 Agustus 2025. Perkara nomor 128/PUU-XXIII/2025 tersebut diajukan advokat, Viktor Santoso Tandiasa, dan driver online, Didi Supandi.

“Amar putusan mengadili mengabulkan permohonan dengan pemohon I untuk sebagian dan menyatakan pasal 23 Undang-Undang Nomor 39 tahun 2008 tentang Kementerian Negara bertentangan dengan UUD NRI dan tidak mempunyai kekuatan hukum yang mengikat secara bersyarat,” kata Suhartoyo dalam memutus perkara. 

Dalam permohonannya, para pemohon menggugat Pasal 23 UU Nomor 39 Tahun 2008 tentang Kementerian Negara. Mereka meminta Wamen dilarang rangkap jabatan seperti menteri.

Pada bagian pertimbangan hukumnya, Mahkamah yang merupakan ratio decidendi telah memuat judicial order yang menempatkan kedudukan wakil menteri sebagai pejabat negara yang sama dengan jabatan menteri. Dalam kajian ini, pertimbangan hukum dimaksud ditindaklanjuti sejak pengucapan Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 80/PUU-XVIl/2019. 

“Berkenaan dengan hal tersebut, larangan rangkap jabatan bagi wakil menteri didasarkan pada pertimbangan bahwa sebagai pejabat negara wakil menteri harus fokus pada beban kerja yang memerlukan penanganan secara khusus di kementerian,” jelas Suhartoyo. 
 

Baca Juga: 

MK Tolak Gugatan Wamen Rangkap Jabatan, Dinilai Tak Merugikan Hak Konstitusi


Selain itu, Suhartoyo menilai dasar pertimbangan itu yang menjadi alasan kebutuhan pengangkatan wakil menteri pada kementerian tertentu, sehingga dengan sendirinya jabatan wakil menteri tidak diperbolehkan rangkap jabatan sebagaimana maksud norma Pasal 23 UU Nomor 39 Tahun 2008.

“Hal demikian tidak berarti dengan sama-sama berstatus sebagai pejabat negara, menteri dan wakil menteri tidak perlu dikhawatirkan akan menimbulkan dualisme kepemimpinan di kementerian,” jelas Suhartoyo. 

Oleh karena itu, lanjut Suhartoyo, sebagaimana telah dipertimbangkan dalam Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 80/PUU-XVII/2019, sebagai konsekuensi kedudukan wakil menteri juga sebagai pejabat negara, fasilitas wakil menteri harus dipenuhi secara proporsional sesuai dengan jabatannya. 

MK memberi tenggat waktu bagi pemerintah selama dua tahun untuk melakukan penyesuaian terhadap putusan ini. Selain itu, MK memerintahkan agar fasilitas wamen sebagai pejabat negara dipenuhi secara proporsional sesuai jabatannya.

Berikut perubahan Pasal 23 UU Kementerian Negara sebagaimana amar putusan MK:


Pasal 23 UU Nomor 39 Tahun 2008 tentang Kementerian Negara:
Menteri dan Wakil Menteri dilarang merangkap jabatan sebagai:
a. Pejabat negara lainnya sesuai dengan peraturan perundang-undangan
b. Komisaris atau direksi pada perusahaan negara atau perusahaan swasta, atau
c. Pimpinan organisasi yang dibiayai dari Anggaran Pendapatan Belanja Negara dan/atau Anggaran Pendapatan Belanja Daerah.

Dalam putusan ini, terdapat dua pendapat berbeda dari hakim MK dalam putusan ini. Kedua hakim yang menyatakan dissenting opinion ialah Arsul Sani dan Daniel Yusmic Pancastaki Foekh.

Daniel Yusmic mengatakan pendirian MK dalam putusan MK Nomor 80/PU garis datar 17 romawi 2009 perlu dipertahankan dan semestinya tidak perlu dirumuskan dalam amar putusan gugatan UU Kementerian Negara. 

Sedangkan, Arsul Sani menyatakan Mahkamah seharusnya perlu menerapkan proses perkara pengujian undang-undang yang bersifat demokratis dan partisipatif dengan mendengarkan keterangan dari pembuat undang-undang maupun para pihak yang terdampak.

Jangan lupa ikuti update berita lainnya dan follow  akun
Google News Metrotvnews.com


(Achmad Zulfikar Fazli)