Ilustrasi ekonomi atau keuangan syariah. Foto dok Istimewa
Achmad Zulfikar Fazli • 15 November 2025 14:43
Jakarta: Inklusi keuangan merupakan salah satu fondasi penting dalam pembangunan ekonomi nasional. Pemerintah Indonesia menargetkan tingkat inklusi keuangan mencapai lebih dari 90 persen sebagai bagian dari strategi jangka panjang penguatan ekonomi yang berkelanjutan.
Dalam konteks ini, ekonomi dan keuangan syariah menjadi salah satu pilar strategis yang berpotensi besar mendorong perluasan akses keuangan, khususnya bagi masyarakat yang belum terlayani secara optimal oleh sistem keuangan konvensional.
Mengapa Literasi Keuangan Syariah Penting?
Literasi keuangan syariah bukan hanya soal mengetahui istilah akad seperti murabahah atau mudharabah. Lebih dari itu, literasi menyangkut kemampuan masyarakat memahami manfaat, risiko, dan cara kerja produk keuangan syariah. Ketika masyarakat paham, mereka lebih percaya dan berani menggunakan layanan tersebut.
Sebaliknya, rendahnya literasi akan menimbulkan keraguan. Banyak masyarakat masih beranggapan bank syariah sama saja dengan bank konvensional, atau mengira produk syariah lebih rumit dan mahal.
Padahal, jika literasi meningkat, masyarakat dapat memanfaatkan layanan syariah untuk berbagai kebutuhan menabung, mengelola usaha, pembiayaan UMKM, hingga aktivitas sosial seperti zakat dan wakaf.
Potensi
ekonomi syariah di Indonesia juga sangat besar. Sebab, mayoritas masyarakat Indonesia beragama Islam.
“Indonesia memiliki potensi besar dalam pengembangan sektor keuangan sosial syariah. Negara dengan penduduk muslim terbesar di dunia,” ujar Kepala Departemen Ekonomi dan Keuangan Syariah
Bank Indonesia, Imam Hartono, dalam acara Training of Trainer (ToT) Ekonomi Syariah dan Keuangan Syariah bagi Jurnalis se-Jabodetabek di Hotel Sari Pasific, Jakarta, Jumat, 14 November 2025.
Imam menjelaskan potensi keuangan sosial syariah juga besar dari zakat sebesar Rp327,6 triliun dan wakaf uang Rp180 triliun.
“Negara paling dermawan di dunia 2024,” ujar dia.
Peluang Mendorong Inklusi Keuangan melalui Literasi
1. Populasi Muslim yang Besar
Indonesia memiliki pasar pengguna syariah terbesar, sehingga edukasi literasi dapat langsung berdampak pada peningkatan jumlah pengguna layanan keuangan syariah.
2. Pertumbuhan Industri Halal
Pesatnya sektor halal (makanan, fashion, wisata) menciptakan kebutuhan pembiayaan syariah yang bisa dimaksimalkan melalui peningkatan literasi.
3. Perkembangan Digitalisasi dan Fintech Syariah
Akses layanan keuangan syariah semakin mudah melalui mobile banking, QRIS, dan fintech; peluang besar untuk memperluas inklusi lewat edukasi digital.
4. Dukungan Kebijakan Pemerintah dan Regulator
Program edukasi BI, OJK, dan KNEKS menyediakan infrastruktur literasi yang kuat untuk mempercepat inklusi keuangan nasional.
5. Penguatan Lembaga Keuangan Syariah (BSI dan lainnya)
Jaringan dan kapasitas lembaga syariah yang makin besar membuka peluang kampanye literasi yang lebih luas dan efektif.
6. Potensi ZISWAF yang Semakin Besar
Zakat, infak, sedekah, dan wakaf dapat menjadi sumber pembiayaan inklusif; peningkatan literasi membuat masyarakat lebih aktif berpartisipasi.
7. Jaringan Pesantren, Masjid, dan Komunitas Keagamaan
Infrastruktur sosial-keagamaan dapat menjadi jalur edukasi literasi syariah yang cepat dan murah.
8. Media Sosial dan Konten Edukasi Kreatif
Konten edukatif di platform digital mampu menjangkau generasi muda dan meningkatkan adopsi layanan syariah.
9. Tren Gaya Hidup Halal
Minat masyarakat terhadap produk halal dapat dimanfaatkan untuk meningkatkan minat terhadap layanan keuangan syariah.
Tantangan Ekonomi Syariah
Tingginya potensi tersebut belum diikuti dengan tingkat literasi keuangan syariah yang memadai. Indeks literasi keuangan syariah masih tertinggal jauh daripada literasi keuangan konvensional, yang berimplikasi pada rendahnya pemahaman masyarakat mengenai produk, akad, dan manfaat layanan keuangan syariah.
Rendahnya literasi ini dinilai menjadi faktor yang secara langsung memengaruhi laju inklusi keuangan syariah dan kontribusinya terhadap inklusi nasional.
Literasi ekonomi syariah yang belum sepenuhnya didukung inklusi mengacu pada kesenjangan antara pemahaman masyarakat tentang prinsip-prinsip ekonomi syariah (literasi) dan akses mereka yang sebenarnya terhadap produk dan layanan keuangan syariah (inklusi). Pernyataan ini menunjukkan adanya tantangan dalam ekosistem ekonomi syariah saat ini.
Tingkat literasi ekonomi syariah di Indonesia baru mencapai 43,42 persen, berdasarkan Survei Nasional Literasi dan Inklusi Keuangan (SNLIK) 2025. Masih terdapat kesenjangan signifikan dengan tingkat inklusi yang hanya 13 persen.
Sedangkan, berdasarkan tracking survei literasi ekonomi syariah, indeks literasi ekonomi syariah pada 2024 sebesar 42,84 persen atau meningkat 14,84 persen daripada tahun sebelumnya. Ini berarti banyak masyarakat yang memahami konsep dasar ekonomi syariah tetapi belum secara aktif menggunakannya.
“Upaya meningkatkan literasi perlu didorong seiring minat masyarakat menggunakan ekonomi syariah,” ujar Kepala Departemen Ekonomi dan Keuangan Syariah Bank Indonesia, Imam Hartono.
Selain itu, dibutuhkan sinergi dan kolaborasi semua pihak untuk mencapai target nasional 50 persen pada 2025.
.jpeg)
Tingkat literasi ekonomi syariah di Indonesia. Dok. Istimewa
Arah kebijakan
Arah kebijakan ekonomi syariah yang dilakukan Bank Indonesia ialah bersinergi dengan kementerian, lembaga, pelaku industri dan komunitas ekonomi keuangan syariah, termasuk melalui KNEKS untuk terus memperkuat pengembangan ekonomi dan keuangan syariah nasional.
Pemerintah bersama Bank Indonesia,
OJK, dan KNEKS juga terus mendorong penguatan literasi dan inklusi keuangan syariah melalui edukasi yang lebih masif dan berbasis digital, sehingga masyarakat semakin memahami manfaat produk syariah dan mudah mengaksesnya.
Salah satu upaya literasi yang dilakukan Bank Indonesia ialah dengan menggandeng media massa. Bank Indonesia mengajak media massa ikut berperan meningkatkan literasi masyarakat soal ekonomi syariah dengan memberikan pemberitaan yang mudah dipahami masyarakat.
“Kita berharap jurnalis dapat mengemas isu ekonomi syariah agar bisa mudah dipahami masyarakat, untuk meningkatkan literasi masyarakat,” ujar Imam.
Menurut dia, literasi ini penting karena ekonomi syariah sangat potensial dalam mendukung ekonomi nasional.
Ekonomi syariah, jelas dia, juga bagian dari program pembangunan nasional, yang diintegrasikan melalui visi Asta Cita Presiden Prabowo Subianto dan Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka. Kemudian, diturunkan ke dalam berbagai aturan serta dokumen perencanaan negara, seperti RPJMN 2025-2029.
“Potensi ekonomi syariah mendukung ekonomi nasional semakin lama semakin bertambah. Jumlahnya sekitar 42,84 persen tapi terus meningkat. Ini didukung dengan pergeseran demografi 2030,” ujar dia.
Selain itu, kebijakan diarahkan pada pengembangan industri halal secara menyeluruh (halal value chain), mencakup sektor makanan, fesyen, kosmetik, hingga pariwisata, dengan dukungan pembiayaan syariah yang lebih kompetitif.
“Penguatan ekosistem industri halal utamanya makanan minuman, fesyen muslim, industri kosmetik dan obat-obatan, pariwisata dan ekonomi kreatif, mencakup bahan baku halal, penguatan rantai nilai industri, kewirausahaan dan UMKM industri halal,” ujar Direktur Ekonomi Syariah dan BUMN Bappenas, Rosy Wediawaty.
Peran Jurnalis Perkuat Ekosistem Syariah
Jurnalis dinilai memiliki peran kunci dalam memperkuat ekonomi syariah melalui beberapa fungsi utama. Antara lain, meningkatkan pemberitaan yang positif dan konstruktif mengenai ekonomi syariah, meningkatkan pemahaman dan kesadaran masyarakat, terutama generasi muda digital, terhadap ekonomi syariah.
Kemudian, menyampaikan informasi secara transparan dan kredibel untuk membangun kepercayaan publik, mendorong edukasi dan literasi ekonomi syariah melalui komunitas dan pesantren.
Lalu, meningkatkan permintaan terhadap produk-produk halal dalam negeri, dan memperkuat peran ZISWAF (Zakat, Infaq, Sedekah, dan Wakaf), koperasi, serta pemberdayaan UMKM.
Ketua Umum Forjukafi, Wahyu Murayadi, menegaskan jurnalis memiliki peran penting dalam mengakselerasi ekonomi syariah di Indonesia. Media bisa menjadi penggerak perubahan.
"Kami percaya melalui pemberitaan yang akurat, transparan, dan edukatif, jurnalis dapat meningkatkan literasi ekonomi syariah dan mengedukasi masyarakat tentang pentingnya wakaf, zakat, dan produk halal dalam pembangunan ekonomi Indonesia,” ujar Wahyu.