Wamendagri: RUU Pemilu Jangan Didominasi Kepentingan Partisan

Wamendagri Bima Arya Sugiarto. Foto: Metrotvnews.com/Candra Yuri Nuralam

Wamendagri: RUU Pemilu Jangan Didominasi Kepentingan Partisan

Devi Harahap • 27 July 2025 20:46

Jakarta: Wakil Menteri Dalam Negeri, Bima Arya Sugiarto, mengatakan semua pihak harus berhati-hati dalam menyikapi putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 5 Tahun 2024 terkait pemisahan pemilu nasional dan lokal. Jangan sampai revisi beleid ini hanya untuk kepentingan jangka pendek.

“Mari kita tarik dalam konteks yang lebih besar, karena yang perlu kita pastikan adalah jangan sampai kemudian proses revisi undang-undang (Pemilu) ini lebih kental terhadap kepentingan jangka pendek atau partisan,” kata Bima dalam diskusi bertajuk ‘Tindak Lanjut Putusan MK Terkait Penyelenggaraan Pemilu Anggota DPRD’, Jakarta, Minggu, 27 Juli 2025.

Bima menjelaskan pemerintah mulai membahas berbagai opsi tindak lanjut putusan MK tersebut, termasuk dampaknya terhadap sistem politik dan kelembagaan daerah. Dia mengatakan pembahasan ini dilakukan bersama parlemen maupun lintas kementerian.

“Banyak yang bertanya apakah sudah direspons? Ya, tidak mungkin tidak. Pasti sudah kami bahas, sudah kami telusuri satu-satu dampaknya,” ujar dia.

Menurut Bima, setidaknya ada tiga hal utama yang harus menjadi pegangan bagi pemerintah menyikapi putusan MK dan rencana revisi UU Pemilu. Pertama, revisi harus memperkuat pelembagaan politik, terutama dalam konteks sistem presidensial dan otonomi daerah.

“Politik lokal yang dibentuk oleh sistem pemilu yang dilakukan ternyata bisa berdampak bagi penguatan-penguatan yang bisa mengakibatkan bangkitnya raja-raja daerah atas nama populisme politik, hingga berpotensi terjadinya perlawanan daerah terhadap pusat,” ujar dia.

Mantan Wali Kota Bogor itu menyoroti belum adanya UU tentang Kepresidenan. Padahal, Indonesia telah sistem presidensial yang seharusnya memiliki regulasi terkait pengaturan secara jelas kewenangan eksekutif.

“Sejak reformasi kita keliru untuk menguatkan multipartai sederhana yang disandingkan dengan sistem presidensial, ini belum tuntas karena undang-undang presiden belum ada. Jadi mari kita kembalikan lagi multipartai sederhana yang disandingkan dalam sistem presidensial dan diletakkan dalam konteks otonomi daerah yang diinginkan,” ujar dia.

Baca Juga: 

KPU dan DPR Belum Menentukan Waktu Pembahasan Revisi UU Pemilu-Pilkada Pasca Putusan MK

Kemudian, lanjut Bima, penting menempatkan reformasi politik dalam kerangka kepentingan nasional dan arah menuju Indonesia sebagai negara maju dalam 20-25 tahun ke depan. Sebab, sistem politik yang tidak selaras dengan target pembangunan nasional bisa menjadi penghambat.

“Kepentingan nasional kita hari ini itu jelas untuk menjadi negara maju 20 tahun lagi, menuju ke sana tentu harus dipikirkan betul racikan politiknya seperti apa, jangan sampai ruang politik ke depan menjadi kendala dalam mencapai target-target ekonomi dan kesejahteraan, kemudian mengunci sendiri dan masuk dalam jebakan yang mereka ciptakan sendiri,” ujar dia.

Politikus Partai Amanat Nasional (PAN) itu menyinggung pentingnya penguatan fungsi partai politik dan pendanaan politik dalam merespons putusan MK. Dia juga menyambut baik wacana penguatan bantuan dana politik. Namun, dia menekankan pentingnya transparansi dan integritas.

“Jadi party funding, pendanaan politik ini sangat penting sekali. Teman-teman KPK sudah bolak-balik diskusi dengan Kementerian Dalam Negeri, Bappenas yang memasukkan itu ke dalam rencana pemberantasan korupsinya, dan tentunya bagaimana menyandingkan antara dana politik, bantuan politik itu dengan sistem integritas partai politik,” ujar dia.

Jangan lupa ikuti update berita lainnya dan follow  akun
Google News Metrotvnews.com
Viral!, 18 Kampus ternama memberikan beasiswa full sampai lulus untuk S1 dan S2 di Beasiswa OSC. Info lebih lengkap klik : osc.medcom.id
(Achmad Zulfikar Fazli)