Candra Yuri Nuralam • 18 March 2025 17:30
Jakarta: Mantan Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil (RK) merespons kasus dugaan rasuah pengadaan iklan di PT Bank Pembangunan Daerah Jawa Barat dan Banten (BJB) Tbk. Ridwan membeberkan kewenangannya sebagai gubernur.
“Saat menjabat sebagai gubernur, saya juga memiliki fungsi ex-officio. Dan untuk urusan BUMD, biasanya saya mendapatkan laporan dari Kepala Biro BUMD atau komisaris terkait sebagai perwakilan gubernur,” kata RK melalui keterangan tertulis resminya pada Selasa, 18 Maret 2025.
RK tidak mendapatkan laporan soal pengadaan iklan di Bank BJB ini. Dia mengeklaim baru dapat informasi dari media massa setelah kasusnya bergulir.
“Untuk masalah ini, saya tidak pernah mendapat laporan, sehingga saya tidak mengetahui perihal yang menjadi masalah hari ini,” ucap RK.
RK juga buka suara soal hilang dari media sosial pascakasus BJB diusut KPK. Dia membatasia aktivitas di media sosial.
“Sejak awal tahun memang jarang meng-update kegiatan keseharian pribadi di media sosial,” ujar RK.
Dia juga membantah ada deposito miliknya yang disita KPK. Menurut dia, penyidik Lembaga Antirasuah tidak mengambil uang dari rumahnya saat melakukan penggeledahan.
KPK menetapkan lima tersangka dalam kasus ini, yakni, Eks Dirut BJB Yuddy Renaldi, Divisi Corsec BJB Widi Hartono, Pengendali Agensi Antedja Muliatana dan Cakrawala Kreasi Mandiri Ikin Asikin Dulmanan, Pengendali Agensi BSC Advertising dan WSBE Suhendrik, dan Pengendali Agensi CKMB dan CKSB Sophan Jaya Kusuma.
KPK sudah menggeledah sejumlah lokasi terkait kasus ini. Salah satunya yakni rumah mantan Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil.
KPK menyita sejumlah dokumen terkait kasus ini dari rumah Ridwan Kamil. Selain itu, penyidik juga menggeledah Kantor BJB di Bandung.
Kasus ini membuat negara merugi Rp222 miliar. Tindakan rasuah ini berlangsung pada 2021 sampai 2023. BJB sejatinya menyiapkan dana Rp409 miliar untuk penayangan iklan di media TV, cetak, dan online.
Ada enam perusahaan yang diguyur uang dari pengadaan iklan ini. Rinciannya yakni, PT CKMB sebesar Rp41 miliar, PT CKSB Rp105 miliar, PT AM Rp99 miliar, PT CKM Rp81 miliar, PT BSCA Rp33 miliar, dan PT WSBE Rp49 miliar.
KPK menyebut penunjukan agensi tidak dilakukan berdasarkan ketentuan pengadaan barang dan jasa yang berlaku. Lembaga Antirasuah mengendus adanya selisih pembayaran yang membuat negara merugi lebih dari dua ratus miliar rupiah.