Wali Kota Bima Muhammad Lutfi ditahan KPK. Foto: Medcom.id/Candra Yuri Nuralam.
Candra Yuri Nuralam • 5 October 2023 23:36
Jakarta: Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) resmi mengumumkan status tersangka untuk Wali Kota Bima Muhammad Lutfi dalam kasus dugaan rasuah pengadaan barang dan jasa serta penerimaan gratifikasi di wilayahnya. Dia langsung ditahan usai informasi itu dipublikasikan.
"Dilakukan penahanan pertama pada tersangka MLI (Muhammad Lutfi) selama 20 hari, mulai 5 Oktober 2023 sampai dengan 24 Oktober 2023," kata Ketua KPK Firli Bahuri di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan, Kamis, 5 Oktober 2023.
Firli menjelaskan Lutfi bakal mendekam di Rumah Tahanan (Rutan) KPK sampai upaya paksa pertama itu berakhir. Namun, penyidik bisa memperpanjang masa waktunya jika pencarian barang bukti masih dilakukan.
Kasus ini bermula ketika Lutfi ingin mengondisikan proyek di Pemerintah Kota (Pemkot) Bima. Dia mengajak keluarga intinya untuk melakukan permainan kotor itu.
"Tahap awal pengondisiannya dengan meminta dokumen berbagai proyek yang ada di Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR) dan Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Pemkot Bima," ucap Firli.
Lutfi juga diduga memerintahkan sejumlah pejabat untuk menyusun berbagai proyek ada Dinas PUPR dan BPBD Pemkot Bima. Kongkalikong itu dilakukan di rumah dinasnya.
Proyek yang dikondisikan untuk Tahun Anggaran 2019 sampai dengan 2020. KPK mencatat uang yang dikeluarkan negara untuk pengerjaan yang sudah dilakukan mencapai puluhan miliar rupiah.
"Kemudian MLI secara sepihak langsung menentukan para kontraktor yang ready untuk dimenangkan dalam pekerjaan proyek-proyek dimaksud," ujar Firli.
KPK juga meyakini Lutfi mengatur proses lelang proyek sebagai formalitas belaka. Pemenangnya diketahui tidak sesuai kualifikasi persyaratan yang sudah ditentukan.
Atas pengondisian tersebut, Lutfi mendapatkan uang Rp8,6 miliar. KPK kini masih mendalami proyek lain.
"Teknis penyetoran uangnya melalui transfer rekening bank atas nama orang-orang kepercayaan MLI termasuk anggota keluarganya," kata Firli.
Dalam perkara ini, Lutfi disangkakan melanggar Pasal 12 huruf (i) dan atau Pasal 12B Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.