Gedung KPK. Medcom.id/Fachri Audhia Hafiez
Candra Yuri Nuralam • 29 September 2023 07:14
Jakarta: Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memastikan perhitungan kerugian negara Rp2,1 triliun dalam dugaan rasuah pengadaan liquefied natural gas (LNG) di PT Pertamina (Persero) bisa dibuktikan. Datanya dipastikan sesuai dengan aturan hukum yang berlaku.
"Ya tentu ada hitungannya, kan begitu. Kan kita tidak enggak mungkin nebak-nebak angka, kan seperti itu," kata Wakil Ketua KPK Alexander Marwata di Jakarta, Jumat, 29 September 2023.
Alex memastikan KPK memiliki bukti kuat dalam mengusut kasus korupsi pengadaan LNG di Pertamina. Termasuk, saat menentukan mantan Direktur Utama (Dirut) PT Pertamina (Persero) Karen Agustiawan sebagai tersangka.
"Sudah melalui proses gelar perkara dan dari gelar perkara tersebut kami punya keyakinan bahwa telah ditemukan bukti yang cukup terjadinya tindak pidana dan yang bersangkutan berdasarkan kecukupan alat bukti itu ditetapkan sebagai tersangka," ujar Alex.
KPK juga mempersilakan Karen membantah tuduhan dalam kasusnya. Tapi, klaim dia diharap disertai dengan data untuk diadu dalam tahapan penyidikan atau persidangan.
"Apa yang disampaikan oleh tersangka tentu itu nanti akan menjadi bahan yang bersangkutan untuk melakukan pembelaan dan juga dalam proses klarifikasi di penyidikan," ujar Alex.
Sebelumnya, Karen Agustiawan menyebut masalah kerugian dalam pengadaan LNG karena pandemi covid-19 yang terjadi pada 2020 sampai 2021. Harga minyak menurun saat itu.
"Kan tadinya dibilang ada kerugian di masa pandemi kan, harga komoditas semua turun. Harga minyak semua turun," kata Karen di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan, Selasa, 19 September 2023.
Karen meyakini kerugian terjadi karena kesalahan waktu penjualan. Strategi yang matang seharusnya bisa memberikan keuntungan.
Karen merupakan tersangka kasus dugaan korupsi pengadaan gas alam cair atau LNG pada 2011 sampai 2021. Negara ditaksi merugi USD140 juta atau setara dengan Rp2,1 triliun akibat kasus ini.
Kasus ini bermula ketika adanya perkiraan defisit gas di Indonesia pada 2009 sampai 2040. Kemungkinan itu membuat diperlukannya pengadaan LNG untuk memenuhi PT PLN Persero, industri pupuk, dan industri petrokimia lain di Tanah Air.
Karen lantas membuat kebijakan membuat kerja sama dengan beberapa produsen dan supplier LNG di luar negeri. Salah satunya yakni Corpus Christi Liquefaction (CCL) LCC Amerika Serikat.
Pemilihan perusahaan asing itu dilakukan sepihak. Karen juga tidak melaporkan pemilihan itu ke Dewan Komisaris PT Pertamina (Persero). KPK meyakini langkah itu melanggar hukum.
Karen juga tidak melaporkan pemilihan perusahaan asing yang dipilih itu ke pemerintah. Sehingga, pengadaan LNG ini dilakukan atas keputusan satu pihak saja.
Keputusan Karen membuat LNG yang dibeli tidak terserap di pasar domestik. Akibatnya, kargonya kelebihan pasokan dan tidak pernah masuk ke Indonesia.
KPK meyakini sikap Karen melanggar aturan yang berlaku. Lembaga Antirasuah dipastikan terus mendalami dugaan ini.
Karen dijerat Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP.