Korban Pelecehan Mantan Rektor UP Lapor Propam Polri

Penasihat hukum korban pelecehan seksual mantan Rektor Universitas Pancasila, Yansen Ohoirat dan Amanda Manthovani. Metrotvnews.com/Siti Yona

Korban Pelecehan Mantan Rektor UP Lapor Propam Polri

Siti Yona Hukmana • 16 April 2025 14:03

Jakarta: Sebanyak dua korban pelecehan seksual mantan Rektor Universitas Pancasila (UP) Edie Toet Hendratno (ETH) melapor ke Divisi Propam Polri, Jakarta Selatan. Pelaporan diwakili dua penasihat hukum mereka, Yansen Ohoirat dan Amanda Manthovani.

Pengaduan tersebut terkait adanya ketidaksesuaian waktu penyerahan surat perintah dimulainya penyidikan (SPDP). Kuasa hukum korban, Yansen Ohoirat, mengatakan SPDP pertama diserahkan kepada korban RZ pada 26 Juli 2024, sedangkan surat perintah penyidikan dikeluarkan pada 14 Juni 2024.

"Ini berarti ada rentang waktu yang melebihi 7 hari, yang tidak sesuai dengan pasal 14 ayat (1) Perkap 6/2019," kata Yansen di Gedung Divisi Propam Polri, Jakarta Selatan, Rabu, 16 April 2025.

Kasus kasus pelecehan seksual terhadap korban RZ dan DF ditangani Unit I Subdit Renakta Direktorat Reserse Kriminal Umum (Ditreskrimum) Polda Metro Jaya. Dengan dua laporan polisi, yakni LP/B36/I/2024/SPKT/Bareskrim Polri, tanggal 29 Januari 2024 atas nama korban inisial DF. Laporan ini dilimpahkan ke Polda Metro Jaya dengan nomor: B/1751/II/RES. 7.4./2024/Bareskrim, tertanggal 2 Februari 2024. Lalu, laporan polisi nomor: LP/B/193//I/2024/SPKT/Polda Metro Jaya, tanggal 12 Januari 2024 atas nama korban inisial RZ.

Yansen mengatakan pihaknya juga telah melaporkan kejanggalan penanganan kasus ini ke Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas) dan Biro Propam Polda Metro Jaya pada Rabu, 9 April 2025. Setelah itu, melakukan penelusuran berkas perkara ke Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta pada Kamis, 10 April 2025.

"Bahwa dari hasil penelusuran, terdapat adanya penemuan dua SPDP dalam satu perkara, dari hasil penelusuran berkas perkara korban RZ," ungkap dia.

Kuasa hukum lainnya, Amanda Manthovani, menambahkan pihaknya kecewa karena penyidik masih melakukan komunikasi dengan para pelapor atau korban. Padahal, kata dia, para korban telah memiliki penasihat hukum (PH).

"Dan kami telah meminta penyidik agar berkomunikasi dengan PH saja," ujar Amanda.
 

Baca Juga: 

Mendikti Saintek akan Proses Kasus Cabul Guru Besar UGM


Namun, kata Amanda, setelah mengadu ke Kompolnas dan Biro Propam Polda Metro Jaya, penyidik masih mengantar surat kepada kedua koban pada Selasa, 15 April 2025. Terutama, korban DF menerima dua dokumen Surat Pemberitahuan Perkembangan Hasil Penyidikan (SP2HP) yang diantar langsung oleh penyidik ke apartemennya.

"SP2HP ke-10 yang dikeluarkan pada tanggal 8 Januari 2025, yang menunjukan adanya keterlambatan dalam proses penerimaan dokumen. SP2HP ke-11 yang baru saja dikeluarkan pada tanggal 11 April 2025," beber dia.

Sementara itu, korban RZ juga menerima dokumen SP2HP ke-7 pada 15 April 2025. RZ dan DF merupakan bekas staf terlapor Edie Toet Hendratno (ETH), mantan Rektor UP. Pihak korban meminta Divisi Propam Polri mengawasi penyidik Polda Metro dalam menangani kasus ini agar berjalan profesional.

Sebelumnya, Polda Metro Jaya telah menaikkan status kasus dugaan pelanggaran Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (TPKS) ke tahap penyidikan. Artinya, polisi mengantongi unsur pidana dalam kasus yang menjerat mantan Rektor UP itu.

"Perkembangan dugaan pelecehan seksual yang dilakukan oknum rektor di sebuah universitas swasta, bahwa perkaranya sudah ditingkatkan ke penyidikan. Jadi kasus pelecehan itu sudah naik ke tingkat penyidikan ya," kata Kabid Humas Polda Metro Jaya Kombes Ade Ary Syam Indradi kepada wartawan, Jumat, 14 Juni 2024.

Namun, hingga kini setelah setahun berlalu status terlapor mantan Rektor UP itu belum naik menjadi tersangka. Belum jelas apa kendalanya, padahal telah ditemukan unsur pidana berdasarkan kumpulan informasi, fakta, dan lainnya.

Jangan lupa ikuti update berita lainnya dan follow  akun
Google News Metrotvnews.com


(Achmad Zulfikar Fazli)