Kepala Kantor Bea Cukai Purwakarta Rahmady Effendi Hutahaean (kiri, menggunakan topi). (medcom.id/Siti Yona)
Achmad Zulfikar Fazli • 8 May 2024 12:10
Jakarta: Kepala Kantor Bea Cukai Purwakarta, Jawa Barat, Rahmady Effendi Hutahaean, menilai terjadi pemutarbalikan fakta terkait pemberitaan laporan ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) soal kepemilikan harta fantastis. Dia merasa pemberitaan di media massa sarat dengan fitnah yang merugikannya.
Hal ini disampaikan Rahmady Effendi Hutahaean di Polda Metro Jaya, Jakarta. Dia ke Polda Metro Jaya untuk memberikan keterangan sekaligus meluruskan berita miring terhadap dirinya.
”Saya dituduh melakukan intimidasi, mengancam bahkan memeras. Padahal yang terjadi justru sebaliknya. Saya disomasi dengan ancaman, antara lain akan dilaporkan ke KPK, Kementerian Keuangan, Kepolisian, dan lain-lain, lalu dibangun opini lewat media yang tidak ada kaitan dengan posisi saya sebagai penyelenggara negara,” kata Rahmady Effendi kepada awak media di Polda Metro Jaya, Jakarta, dilansir pada Rabu, 8 Mei 2024.
Menurut Rahmady, laporan ke KPK dan Polda Metro yang dilakukan Wijanto Tirtasana melalui kuasa hukumnya hanya trik untuk lari dari tanggung jawab. ”Pemicunya, pada 6 November 2023, saudar Wijanto dilaporkan ke Polda Metro dengan dugaan melakukan serangkaian tindak pidana ketika menjabat CEO perusahaan trading PT Mitra Cipta Agro,” tutur Rahmady.
Sementara itu, istri Rahmady, Margaret Christina Yudhi Handayani Rampolodji, menjelaskan PT Mitra Cipta Agro adalah perusahaan swasta yang didirikan bersama teman-teman pada 2019. Ketika itu, para pemegang saham sepakat menunjuk Wijanto Tirtasana sebagai CEO.
”Wijanto kami angkat, salah satunya dengan pertimbangan yang bersangkutan cukup mumpuni untuk menjalankan perusahaan,” kata Margaret.
Dalam kendali Wijanto selaku CEO, omzet penjualan perusahaan meningkat tajam. Tapi, laporan keuangan direkayasa seolah perusahaan mengalami kesulitan keuangan. Berdasarkan pemeriksaan internal, Wijanto diduga telah melakukan perbuatan melawan hukum.
”Yakni, pemalsuan surat dengan menyuruh menempatkan keterangan palsu ke dalam akta autentik, juga tindak pidana penggelapan dan pencucian uang,” urai Margaret.
Atas dasar itu, Margaret melaporkan Wijanto ke Polda Metro Jaya dengan Laporan Polisi nomor LP/B/6652/XI/2023/SPKT/Polda Metro Jaya, tertanggal 6 November 2023. Dalam Laporan Polisi tersebut, Wijanto disebut melanggar Pasal 263 dan/atau Pasal 266 dan/atau Pasal 374 KUHP dan/atau Pasal 3, Pasal 4, dan Pasal 5 UU Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang.
”Info yang kami terima, proses penyelidikan masih terus berjalan bahkan sudah naik ke tahap Penyidikan,” kata Margaret.
Somasi dengan Ancaman
Di tengah penantian terhadap proses hukum yang sedang berjalan, Rahmady Effendi menerima somasi dari Wijanto melalui kuasa hukumnya. Somasi ditujukan dengan tuntutan mencabut laporan polisi di Polda Metro.
“Kemudian ada ancaman kalau dalam 1x24 jam laporan tidak dicabut akan melaporkan saya ke KPK dan instansi lain, dikaitkan dengan LHKPN (Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara) atas nama saya,” kata Rahmady.
Meski merasa somasi itu salah alamat, Rahmady sempat menemui pengacara Wijanto. Dalam pertemuan itu, dia diminta menyuruh istrinya mencabut laporan tanpa syarat. Permintaan itu ditolak istri Rahmady dan pemegang saham lainnya. Sehingga laporan polisi tetap diproses penyidik Polda Metro Jaya.
.
”Karena somasi tak ditanggapi, dan laporan tak dicabut itulah, kemudian ada upaya membangun opini di media massa untuk mendiskreditkan saya,” tutur dia.
Rahmady mencontohkan beberapa judul berita di media massa, yang menyebut dirinya mengintimidasi, mengancam, bahkan memeras. Padahal, dia yang justru diancam akan dilaporkan.
Begitu juga pemberitaan yang menyebut Rahmady memiliki harta fantastis senilai Rp 60 miliar, lalu dilaporkan ke KPK. ”Saya pastikan, telah terjadi pemutarbalikan fakta. Sebab, dana Rp 60 miliar itu merupakan uang perusahaan milik PT Mitra Cipta Agro, yang justru diduga digelapkan Wijanto untuk kepentingan pribadinya seperti membeli vila, ruko, mobil mewah, bahkan senjata api. Kenapa dipaksa-kaitkan dengan LHKPN saya? LHKPN saya relatif tidak berubah angkanya,” jelas Rahmady.
Rahmady meyakini upaya menggiring opini dengan membawa-bawa namanya dalam pusaran kasus hukum yang dihadapi Wijanto, merupakan upaya lari dari tanggung jawab. ”Sebab, saya juga pastikan, tidak ada bukti dan fakta terkait tuduhan kepada saya, karena konten berita yang muncul dilatarbelakangi oleh fitnah yang sengaja disebarluaskan untuk membangun opini yang menyesatkan dan merugikan nama baik saya,” ujar Rahmady.