Ilustrasi. Foto: Dok MI
Eko Nordiansyah • 26 September 2025 09:17
Jakarta: Nilai tukar (kurs) rupiah pada pembukaan perdagangan hari ini kembali mengalami pelemahan signifikan. Rupiah tak kuasa menahan penguatan dolar AS yang mencapai level tertinggi.
Mengutip data Bloomberg, Jumat, 26 September 2025, rupiah berada di level Rp16.790,5 per USD. Mata uang Garuda tersebut melemah sebanyak 41,5 poin atau setara 0,25 persen dari Rp16.649 per USD pada penutupan perdagangan sebelumnya.
Sementara menukil data Yahoo Finance, rupiah pada waktu yang sama berada di level Rp16.747 per USD. Rupiah turun tipis karena pada penutupan perdagangan kemarin berada di level Rp16.745 per USD.
Baca juga:
Dolar AS Melonjak ke Level Tertinggi |
Pengamat mata uang dan komoditas Ibrahim Assuaibi mengungkapkan alasan rupiah jatuh hingga Rp16.700 per dolar AS (USD) sore ini. Jika tren ini berlanjut hingga menembus Rp16.800 per dolar AS, Ibrahim menilai ada kemungkinan rupiah terperosok lebih dalam.
Menurut Ibrahim, pelemahan rupiah didorong oleh faktor eksternal maupun internal. Dari sisi eksternal, Presiden Amerika Serikat Donald Trump dalam pidatonya di Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) pada Selasa lalu, menyampaikan pernyataan lebih agresif terhadap Rusia. Ia memperingatkan negara-negara Eropa agar menghentikan pembelian minyak dari Rusia, serta membuka kemungkinan sanksi baru yang menargetkan aliran energi.
"Meski belum ada kebijakan konkret, retorika ini meningkatkan risiko geopolitik di pasar global," kata Ibrahim dalam keterangannya, Kamis, 25 September 2025.
Situasi semakin memanas karena Ukraina, dengan dukungan NATO dan Amerika Serikat, meningkatkan serangan drone terhadap infrastruktur energi Rusia dalam beberapa minggu terakhir. Target serangan tersebut meliputi kilang minyak dan terminal ekspor, dengan tujuan mengurangi pendapatan ekspor Moskow. Ketegangan ini membuat indeks dolar AS menguat signifikan hingga mendekati level 97,85, sehingga memberi tekanan tambahan pada rupiah.
Dari sisi internal, lanjut Ibrahim, perdebatan mengenai kebijakan tax amnesty juga memengaruhi pasar. Pada era pemerintahan Presiden Jokowi di bawah Menteri Keuangan Sri Mulyani, tax amnesty dilaksanakan sebanyak dua kali dan mendapat sambutan positif dari pasar. Kebijakan ini terbukti mampu menarik dana masuk kembali ke pasar modal Indonesia dan memperkuat rupiah.
Namun, di pemerintahan saat ini, rencana tax amnesty ditolak Menteri Keuangan (Menkeu) Purbaya Yudhi Sadewa, dengan alasan dikhawatirkan menjadi ajang kongkalikong pengusaha. Keputusan tersebut justru mendapat respons negatif dari pasar.
"Ini karena dianggap menghilangkan peluang untuk memperkuat basis penerimaan negara sekaligus menambah kepercayaan investor," kata Ibrahim.