Ilustrasi APBN. Foto: dok Fahum UMSU.
M Ilham Ramadhan Avisena • 2 May 2025 10:04
Jakarta: Peneliti dari Center of Reform on Economics (CoRE) Indonesia Yusuf Rendy Manilet menyebut defisit pada awal tahun ini sebagai sinyal kemunduran kinerja fiskal yang perlu diwaspadai pemerintah, terutama karena disebabkan oleh anjloknya penerimaan negara hingga 16 persen dibandingkan tahun sebelumnya.
"Tentu salah satu perubahan paling terlihat dari realisasi APBN sampai dengan Maret 2025 ada pada kondisi defisit yang berbanding terbalik dibandingkan kondisi pada Maret 2024 yang masih relatif surplus," kata Yusuf saat dihubungi, dikutip Jumat, 2 Mei 2025.
Ia menjelaskan, pelemahan penerimaan negara baik dari sisi pajak maupun nonpajak tidak lepas dari dua tekanan utama, yakni melambatnya ekonomi domestik dan jatuhnya harga komoditas global. Menurutnya, perlambatan ekonomi dalam negeri turut memukul sektor-sektor strategis seperti industri manufaktur yang selama ini menjadi penyumbang utama penerimaan pajak.
"Akhirnya ini memberikan efek kepada penerimaan negara, terutama yang punya kontribusi besar seperti misalnya pajak," kata Yusuf.
Namun, meskipun sisi penerimaan terpukul, belanja negara tetap mencatatkan pertumbuhan positif, baik dibandingkan tahun lalu maupun bulan sebelumnya. Hanya, Yusuf mengingatkan ada faktor penghematan dan relokasi anggaran program yang dilakukan pemerintah.
Menurut dia, program efisiensi anggaran yang tidak diimbangi dengan strategi fiskal yang jelas, justru bisa melemahkan daya dorong belanja pemerintah terhadap perekonomian nasional.
"Dengan penghematan anggaran yang dilakukan pemerintah, kami melihat ada potensi ini akan mempengaruhi perekonomian melalui belanja pemerintah yang pertumbuhannya akan lebih rendah di kuartal pertama tahun ini jika dibandingkan pencapaian di triwulan yang sama di tahun 2024," kata Yusuf.
Dia juga menilai konfigurasi fiskal saat ini berisiko memperlebar defisit anggaran dari target yang sudah ditetapkan. Oleh karena itu, ia mendorong pemerintah agar segera menyusun ulang prioritas belanja, khususnya pada pos-pos yang memberikan efek pengganda langsung ke perekonomian.
"Pemerintah tentu perlu melakukan prioritas belanja, terutama pada pos yang memang dinilai perlu dan penting, terutama dalam konteks memberikan efek pengganda ke perekonomian," kata Yusuf.
Untuk menutup potensi kekurangan penerimaan akibat defisit yang melebar, ia juga menyarankan agar pemerintah menyiapkan langkah-langkah jangka pendek. Salah satunya adalah mengoptimalkan pungutan pajak musiman pada periode tertentu.
Baca juga: Hingga Maret 2025, APBN Sudah Tekor Rp104,2 Triliun |