Anggota Komisi XIII DPR RI, Yan Permenas Mandenas. Foto: MI.
Jakarta: Anggota Komisi XIII DPR RI, Yan Permenas Mandenas mendukung langkah pemeritah untuk menertibkan izin tambang yang tidak prosedural dan bermasalah secara administrasi di seluruh Papua. Hal itu disampaikan Yan merespons polemik pertambangan di di kawasan Raja Ampat, Papua Barat Daya.
Legislator asal Papua itu menyampaikan pemeriksaan harus dilakukan hingga pihak-pihak yang mengeluarkan izin tambang. Diduga, ada indikasi korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN).
“Wajib diperiksa pejabat yang berwenang dengan indikasi-indikasi lain yang menyebabkan izin itu bisa diproses dan diterbitkan. Pasti ada indikasi KKN (Korupsi, Kolusi, Nepotisme) dalam proses penerbitan izin tambang yang tidak prosedural,” kata Yan dikutip dari Media Indonesia, Sabtu, 7 Juni 2025.
Politikus Partai Gerindra itu juga meminta agar perizinan tambang tersebut dikaji ulang. Sehingga, kegiatan pertambangan memiliki izin lingkungan yang diterbitkan sesuai prosedur yang benar.
“Karena menyangkut lebih dari satu kementerian yang memberikan izin, di mana ada rekomendasi dari kementerian terkait lainnya. Apalagi, Raja Ampat masuk sebagai kawasan wisata dan hutan lindung,” ungkap dia.
Eks Wakil Ketua Panitia Khusus (Pansus) Rancangan Undang-Undang (RUU) Otsus Papua itu, tambang nikel di Pulau Gag, Raja Ampat, telah beroperasi lama dan mendapat penolakan dari masyarakat setempat. Termasuk pemilik hak ulayat.
“Namun, yang terjadi adalah pembiaran oleh pemerintahan sebelumnya, baik pusat maupun daerah, hingga masalah ini muncul ke permukaan setelah adanya protes dari aktivis lingkungan,” sebut dia.
Untuk itu, Yan meminta semua pihak yang terkait dengan persoalan ini diperiksa oleh aparat penegak hukum. Apalagi, Presiden Prabowo Subianto memiliki komitmen memberantas korupsi dan mengembalikan kekayaan alam sepenuhnya untuk kesejahteraan rakyat.
"Jadi, jika ada indikasi suap dalam penerbitan izin, maka harus diperiksa dan diproses hukum,” tegas Mandenas.
Oleh karena itu, Yan menyarankan agar masalah ini dilihat secara menyeluruh. Termasuk memanggil pihak perusahaan terkait.
“Mengingat masalah AMDAL (Analisis Mengenai Dampak Lingkungan) di Papua selama ini cukup diabaikan pemerintah, termasuk di Raja Ampat,” ujar dia.
Eks anggota Komisi I DPR itu mendesak agar perusahaan tambang di Raja Ampat tidak hanya diperiksa, melainkan juga diproses hukum apabila ditemukan pelanggaran signifikan, terutama terkait regulasi perizinan.
“Termasuk AMDAL yang belum tentu perusahaan tersebut penuhi regulasinya,” kata dia.
Yan berharap kasus tambang di Raja Ampat menjadi pintu masuk untuk memeriksa seluruh izin pertambangan yang beroperasi di Papua. "Namun tetap diberikan rekomendasi untuk beroperasi,” sebut dia.
Yan mengungkapkan bahwa pihaknya telah menerima banyak laporan dari masyarakat tentang tambang-tambang ilegal yang masih beroperasi. Dia meminta agar Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) menindaklanjuti laporan dari masyarakat tersebut.
“Termasuk tambang emas di Yahukimo, Pegunungan Bintang, Nabire, Waropen, dan beberapa kabupaten lain di Papua. Saya berharap Kementerian Sumber Daya Mineral segera menertibkan Izin Usaha Pertambangan (IUP) perusahaan-perusahaan yang sudah beroperasi di Papua, serta berhati-hati dalam mengeluarkan izin,” ujar dia.