KPK Usul Gaji Kepala Daerah Naik Buat Cegah Korupsi, Pengamat: Gagasan Keliru

Ilustrasi. Metrotvnews.com.

KPK Usul Gaji Kepala Daerah Naik Buat Cegah Korupsi, Pengamat: Gagasan Keliru

Rahmatul Fajri • 10 June 2025 17:04

Jakarta: Peneliti Pusat Studi Anti Korupsi (SAKSI) Universitas Mulawarman (Unmul), Herdiansyah Hamzah, heran dengan usulan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) agar gaji para kepala daerah naik untuk mencegah tindak pidana korupsi. Gagasan itu dinilai keliru.

Herdiansyah menilai usulan menaikkan gaji kepala daerah tidak menyelesaikan masalah utama dalam pemberantasan praktik korupsi.

"Ada semacam kegagalan menangkap apa sebenarnya problem mendasar dari perkara korupsi yang kerap kali melibatkan kepala daerah," kata Herdiansyah saat dihubungi, Selasa, 10 Juni 2025.

Ia mengatakan menaikkan gaji kepala daerah berapa pun tidak akan pernah menyelesaikan problematik korupsi yang sering terjadi. Ia menilai untuk mencegah korupsi seharusnya dimulai dari menyelesaikan akar masalah di hulu, bukan malah dengan menaikkan gaji. 

"Kalau gagasan menaikkan gaji ini kan melihat tidak pada akar masalahnya tapi lebih melihat fenomena atau dampaknya. Jadi tidak bisa menyelesaikan masalah," katanya. 

Ia mengatakan akar masalah korupsi dimulai dari proses keterpilihan kepala daerah yang menelan biaya yang sangat besar. Biaya politik yang mahal pada akhirnya memaksa kepala daerah mencari pembiayaan ketika terpilih. 

Ia mengatakan dalam berbagai riset, untuk menjadi bupati, kondidat harus menghabiskan anggaran Rp20-30 miliar. Sedangkan untuk pemilihan gubernur menghabiskan biaya Rp50-150 miliar.

"Bayangkan cost politic yang besar ini pada akhirnya menyandera kepala daerah sehingga tidak ada pilihan lainnya selain korupsi kan. Menjarah, merampok uang negara untuk mengembalikan modal politik sebelumnya. Kan itu menjadi problem," katanya.
 

Baca juga: KPK Mengusulkan Kenaikan Gaji Kepala Daerah untuk Cegah Praktik Korupsi

Ia menilai sepanjang biaya politik masih tinggi, maka persoalan korupsi tetap menghantui. Sehingga, ia menilai salah satu masalah yang harus dijawab adalah bagaimana meningkatkan kesadaran politik masyarakat. 
Masyarakat tidak boleh dibawa ke dalam alam pragmatis yang hanya melihat dari keuntungan yang diperoleh saat mereka memilih. Tapi, melihat pada ide dan gagasannya. 

"Kalau kemudian IQ politik masyarakat sudah bertumbuh dengan baik, memilih karena gagasan saya yakin modal politik juga bisa ditekan," kata dia.

Sebelumnya, Sekretaris Jenderal Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Cahya H. Harefa mendorong pemerintah pusat menaikkan gaji para kepala daerah. Upah pemimpin daerah yang terlalu kecil dinilai salah satu penyebab mereka terlibat dalam tindak pidana korupsi (tipikor). 

"Kalau masih seperti itu sulit juga, melihat kenapa sih orang kok mau tertarik (korupsi), pasti ada sesuatu yang lain, iya lah wong penghasilannya hanya segitu, kenapa dia tertarik ke situ," kata Cahya seperti dikutip pada Selasa, 10 Juni 2025.

Cahya menjelaskan masih ada kepala daerah yang hanya mendapat gaji Rp5,9 juta sampai Rp6 juta per bulan. Selain upah yang terlalu kecil, dia menilai pembiayaan politik yang relatif tinggi menjadi masalah ketika calon kepala daerah menjalankan kontestasi politik.

"Proses pemilihannya karena kalau biaya politik masih tinggi itu akan problem terus. Misalnya, yang per suara Rp10 ribu, dulu kami dorong untuk pembiayaan partai politik," jelas dia.

Jangan lupa ikuti update berita lainnya dan follow  akun
Google News Metrotvnews.com


(Arga Sumantri)