Kerusuhan LA tahun 1992. (EricAllenBell/Flickr)
Jakarta: Kerusuhan besar kembali mengguncang Los Angeles, Amerika Serikat, kali ini pada Juni 2025. Ketika jalanan di Paramount, Compton, dan pusat kota dipenuhi massa yang marah, banyak pihak langsung teringat pada salah satu episode tergelap dalam sejarah kota itu: Kerusuhan LA 1992.
Kedua peristiwa ini tidak hanya memicu kekacauan di jalanan dan korban luka-luka, tetapi juga membuka luka lama tentang ketidakadilan sistemik yang belum sembuh sepenuhnya di Amerika Serikat. Di satu sisi, 1992 menjadi simbol amarah warga kulit hitam terhadap sistem hukum yang diskriminatif.
Di sisi lain, 2025 mencerminkan ketegangan yang dipicu oleh kebijakan keras terhadap imigran. Meskipun berbeda dalam konteks dan kelompok yang terdampak, keduanya menunjukkan pola yang sama: ketika negara gagal mendengar jeritan kelompok marginal, jalanan menjadi arena perlawanan.
Pemicu dan Latar Belakang
Kerusuhan tahun 1992 dipicu oleh pembebasan empat polisi kulit putih yang tertangkap kamera memukuli Rodney King, pria Afrika-Amerika, secara brutal. Keputusan juri pada 29 April 1992 memicu kemarahan luas warga, khususnya komunitas kulit hitam Los Angeles.
Kerusuhan pun pecah selama 6 hari, menyebabkan lebih dari 60 orang tewas dan lebih dari 2.300 luka-luka. Situasi diperparah oleh minimnya kepercayaan publik terhadap sistem peradilan yang dianggap rasis dan memihak aparat.
Sebaliknya, kerusuhan 2025 dipicu oleh gelombang penggerebekan imigrasi yang dilakukan oleh ICE di bawah pemerintahan Donald Trump. Protes pecah pada Jumat, 6 Juni 2025, setelah lebih dari 100 imigran ditangkap di beberapa lokasi di Los Angeles.
Di hari-hari berikutnya, demonstrasi meluas ke Paramount dan Compton, yang kemudian berubah menjadi kerusuhan setelah bentrokan dengan aparat federal dan polisi. Tidak hanya kemarahan terhadap tindakan ICE, tetapi juga ketakutan dan trauma lama warga imigran atas operasi sewenang-wenang turut memperburuk situasi.
Skala dan Respons Pemerintah
Kerusuhan 1992 menyebabkan kerusakan parah: lebih dari 1.100 bangunan hancur, 12.000 orang ditangkap, dan kerugian diperkirakan mencapai USD 1 miliar. Presiden George H. W. Bush saat itu mengerahkan ribuan pasukan federal dan Garda Nasional setelah dua hari kerusuhan tak terkendali.
Kerusuhan 2025 sejauh ini lebih kecil skalanya dalam hal korban jiwa dan kerusakan properti, namun respon pemerintah jauh lebih cepat dan militeristik. Presiden Trump langsung memerintahkan pengerahan 2.000 anggota Garda Nasional California pada malam 7 Juni 2025.
Ia juga mengaktifkan Pasal 10 U.S.C. §12406, yang memungkinkannya memobilisasi pasukan tanpa izin gubernur. Hal ini memicu polemik karena dianggap mencederai prinsip federalisme dan otonomi negara bagian.
Bentuk Aksi Massa dan Kekerasan
Aksi protes tahun 1992 banyak terjadi di jalanan, terutama di South Central LA, dan disertai pembakaran, penjarahan toko, serta bentrokan fisik. Simbol kerusuhan tersebut adalah pemukulan pengemudi truk Reginald Denny yang ditayangkan secara langsung di televisi, memperlihatkan seberapa cepat kekerasan massal dapat lepas kendali.
Pada 2025, kekerasan juga terjadi namun dalam bentuk berbeda. Di Paramount, massa memblokir jalan dengan troli dan bak sampah, memicu aparat melempar granat kejut dan peluru merica. Beberapa kendaraan dibakar, termasuk mobil otonom Waymo, dan bendera AS dibakar sambil mengibarkan bendera Meksiko.
Aksi ini memperlihatkan bagaimana simbolisme nasional direspon dengan kemarahan kolektif oleh komunitas yang merasa terpinggirkan. Seorang reporter Nine News Australia terluka akibat peluru karet saat siaran langsung, Sabtu malam.
Isu Rasial dan Imigrasi
Kerusuhan 1992 berkisar pada isu rasial dan ketidakadilan sistem hukum terhadap warga kulit hitam. Kerusuhan ini memunculkan wacana soal rasisme sistemik dan kekerasan polisi di AS.
Ketegangan antara komunitas kulit hitam dan aparat kepolisian menjadi sorotan nasional dan memicu gelombang refleksi atas sistem peradilan Amerika.
Kerusuhan 2025 lebih berpusat pada isu imigrasi dan hak-hak pendatang. ICE dan aparat federal dianggap menyasar komunitas Latin dan imigran tidak berdokumen, memicu kemarahan luas di kalangan komunitas imigran.
Ketakutan akan deportasi massal dan perpecahan keluarga memicu ketegangan emosional yang tinggi. Namun, keduanya memiliki benang merah: ketidakpuasan terhadap otoritas negara dan tindakan yang dinilai represif terhadap kelompok minoritas.
Dukungan dan Penolakan Pemerintah Lokal
Gubernur California pada 1992, Pete Wilson, mendukung pengerahan 6000 Garda Nasional dalam kerusuhan tersebut. Sementara pada 2025, Gubernur Gavin Newsom justru mengutuk keputusan Trump. Surat resmi Newsom ke Menteri Pertahanan mencerminkan konflik politik yang tajam antara negara bagian dan pemerintah federal.
Ia menilai langkah itu sebagai pelanggaran konstitusi.Nawsom, meskipun tidak mendukung para demonstran, mereka tetap menyebutkan mereka sebagai alat Donald Trump untuk militarisasi negara bagian yang dia pimpin.
"Donald Trump menggunakan kalian sebagai alasan untuk memobilisasi militer dan mengabaikan demokrasi kita," tulis Nawsom di X, 9 Juni 2025. Seraya meminta para pengunjuk rasa untuk mematuhi hukum, dia juga menuntut Trump untuk menarik mundur pasukannya.
Adapun perbedaan dimana pemerintah pusat dalam kerusuhan tahun ini, menuduh para pemimpin lokal seperti Karen Bass dan Gavin Newsom sebagai penyebab kekacauan.
Sebaliknya, para pemimpin lokal menyebut operasi ICE sebagai "provokasi berbahaya" yang menyulut konflik. Situasi ini memperlihatkan fragmentasi dalam respons kebijakan terhadap kerusuhan, berbeda dengan 1992 yang meski lambat, akhirnya memunculkan respons terkoordinasi.
Sejarah Berulang dengan Wajah Baru?
Kerusuhan LA 1992 dan 2025 memang berbeda dalam konteks, pemicu, dan partisipan, namun keduanya sama-sama mencerminkan ketegangan mendalam antara warga dan kekuasaan negara dan penindasan sistemik di AS yang masih berlangsung.
Jika tahun 1992 menyoroti luka rasial Amerika serikat dan ketidakadilan perlakuan terhadap ras kulit hitam, tahun 2025 memperlihatkan luka baru seputar status imigran dan kewarganegaraan.
Perbedaan cara berekspresi, simbol-simbol yang digunakan massa, serta medium penyebaran—dari televisi tahun 1992 hingga media sosial tahun 2025—juga mencerminkan perubahan zaman.
Sejarah mungkin tidak mengulang persis, namun pola ketidakadilan dan reaksi keras tampaknya tetap menjadi siklus yang belum berakhir di Los Angeles. Bentuknya mungkin berubah, tetapi substansinya tetap menggambarkan kegagalan negara dalam menangani keadilan sosial secara inklusif dan preventif.