Ilustrasi. Foto: Dok MI
Jakarta: Nilai tukar (kurs) rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) pada pembukaan perdagangan hari ini mengalami penurunan. Rupiah gagal mengambil momentum saat dolar AS terkapar.
Mengutip data Bloomberg, Rabu, 2 Juli 2025, rupiah hingga pukul 09.12 WIB berada di level Rp16.237 per USD. Mata uang Garuda tersebut melemah 37,5 poin atau setara 0,23 persen dari Rp16.199,5 per USD pada penutupan perdagangan sebelumnya.
Sementara, data Yahoo Finance mencatat rupiah pada waktu yang sama berada di level Rp16.187 per USD. Rupiah terpantau masih datar dibandingkan penutupan perdagangan sebelumnya.
Rupiah fluktuatif cenderung menguat
Analis pasar uang Ibrahim Assuaibi memprediksi rupiah pada perdagangan Rabu akan bergerak secara fluktuatif dan kemungkinan besar akan kembali menguat.
"Mata uang rupiah fluktuatif namun ditutup menguat di rentang Rp16.130 per USD hingga Rp16.190 per USD," jelas Ibrahim.
(Ilustrasi. MI/Usman Iskandar)
Ibrahim mengungkapkan, pergerakan rupiah hari ini dipengaruhi oleh sentimen Senat Amerika Serikat (AS) meloloskan secara prosedural Rancangan Undang-Undang (RUU) Pajak yang baru. RUU tersebut, yang lolos tipis di Senat selama akhir pekan, mengusulkan perombakan besar-besaran kode pajak, termasuk pengurangan luas yang didanai oleh pemotongan program Medicaid dan energi hijau.
"RUU tersebut menimbulkan kekhawatiran akan defisit AS yang membengkak. RUU Pajak yang disebut Trump sebagai 'One Big Beautiful Bill' itu kemungkinan akan meningkatkan defisit fiskal sebesar USD3,8 triliun," jelas Ibrahim.
Oleh karena itu, terang Ibrahim, investor khawatir pemotongan pajak yang agresif, yang dipasangkan dengan pengurangan belanja pemerintah, dapat mengikis disiplin fiskal dan memicu inflasi jangka panjan.
Di sisi lain, sambung Ibrahim, Badan Pusat Statistik (BPS) mengumumkan neraca perdagangan Indonesia mencapai surplus USD4,3 miliar per Mei 2025. Dengan demikian, Indonesia mencatatkan surplus selama 61 bulan berturut-turut sejak Mei 2020.
Indonesia mencatatkan ekspor senilai USD24,61 miliar atau naik 9,68 persen (year on year/YoY). Adapun, nilai impor mencapai USD20,31 miliar atau naik 4,14 persen YoY. Alhasil Indonesia mencatatkan surplus neraca dagang USD4,3 miliar.
Sebelumnya, data manufaktur Indonesia kembali mengalami kontraksi. Hal ini tercermin dalam laporan S&P Global Purchasing Managers Index (PMI) manufaktur Indonesia turun ke level 46,9 pada Juni 2025 dari bulan sebelumnya 47,4. Angka dan terendah kedua sejak Agustus 2021 yang menunjukkan penurunan sektor produksi.