Monumen Pancasila Sakti. Foto: Medcom.id/Faisal Abdalla
Putri Purnama Sari • 30 September 2025 12:17
Jakarta: Peristiwa Gerakan 30 September 1965 (G30S/PKI) merupakan salah satu titik balik penting dalam sejarah Indonesia. Tragedi ini menelan korban jiwa para perwira tinggi TNI Angkatan Darat yang kemudian dikenal sebagai Pahlawan Revolusi.
Peristiwa tersebut bukan hanya meninggalkan luka, tetapi juga berdampak besar terhadap arah politik, sosial, dan keamanan bangsa pada saat itu.
Latar Belakang G30S/PKI
Pada awal tahun 1960-an, kondisi politik Indonesia penuh dengan ketegangan. Presiden Soekarno menerapkan konsep Nasakom (nasionalisme, agama, dan komunisme) sebagai upaya merangkul berbagai kekuatan politik.
Namun, hubungan antara TNI Angkatan Darat dan Partai Komunis Indonesia (PKI) semakin memburuk karena perbedaan ideologi dan kepentingan politik.
PKI, yang kala itu merupakan salah satu partai komunis terbesar di dunia di luar Uni Soviet dan Tiongkok, memiliki pengaruh kuat di berbagai bidang, termasuk organisasi massa.
Sementara itu, Angkatan Darat memandang PKI sebagai ancaman bagi ideologi Pancasila dan stabilitas nasional. Ketegangan inilah yang menjadi salah satu pemicu pecahnya peristiwa G30S/PKI.
Kronologi Peristiwa G30S/PKI
30 September 1965 malam hingga 1 Oktober dini hari, sekelompok pasukan yang dipimpin Letkol Untung yang merupakan anggota Cakrabirawa (pasukan pengawal Istana mengincar sejumlah perwira tinggi TNI AD Indonesia.
Tiga di antaranya langsung dibunuh di kediamannya. Sedangkan tiga perwira lainnya diculik dan disiksa di kawasan Lubang Buaya, Jakarta Timur.
Korban tersebut antara lain Jenderal Ahmad Yani, Letjen Suprapto, Letjen S. Parman, Letjen M.T. Haryono, Mayjen D.I. Panjaitan, Mayjen Sutoyo Siswomiharjo, dan Kapten Pierre Tendean.
Dari banyaknya korban, hanya satu perwira yang selamat dalam upaya pembunuhan ini, yakni Jenderal TNI Abdul Harris Nasution, namun nahas, putrinya yang Bernama Ade Irma Suryani Nasution tewas dalam peristiwa ini.
Pada 3 Oktober 1965, jenazah mereka ditemukan dan kemudian dimakamkan di Taman Makam Pahlawan Kalibata.
Dampak Peristiwa G30S/PKI
Peristiwa ini membawa dampak besar bagi bangsa Indonesia:
1. Penumpasan PKI
Setelah peristiwa tersebut, PKI dinyatakan sebagai dalang dan organisasi terlarang. Ribuan anggotanya ditangkap, diadili, atau bahkan tewas dalam konflik di berbagai daerah.
2. Perubahan Politik Nasional
Peristiwa G30S/PKI mempercepat jatuhnya kekuasaan Presiden Soekarno. Munculnya Surat Perintah 11 Maret 1966 (Supersemar) memberi wewenang kepada Letjen Soeharto untuk mengendalikan keamanan, yang kemudian menjadi awal dari lahirnya Orde Baru.
3. Hari Kesaktian Pancasila
Untuk mengenang peristiwa tersebut sekaligus mempertegas bahwa ideologi Pancasila tetap tegak, setiap 1 Oktober diperingati sebagai Hari Kesaktian Pancasila.
Kontroversi Seputar G30S/PKI
Meskipun pemerintah Orde Baru menyatakan PKI sebagai dalang tunggal peristiwa ini, sejumlah sejarawan dan peneliti memiliki pandangan berbeda.
Ada yang menilai keterlibatan pihak lain, baik dari dalam negeri maupun luar negeri, juga memengaruhi jalannya tragedi tersebut. Hal ini menjadikan G30S/PKI sebagai salah satu peristiwa paling banyak diperdebatkan dalam sejarah Indonesia.