Telusur Kasus

Sekolah Rakyat Wujud Pendidikan Inklusif

9 July 2025 17:17

Sekolah Rakyat tinggal menghitung hari untuk menyambut ribuan siswa. Sekolah gratis yang ditujukan kepada anak-anak dari kalangan miskin hingga miskin ekstrem ini menjadi setitik harapan untuk mengenyam bangku pendidikan berkualitas. 

Sebanyak 100 Sekolah Rakyat yang tersebar di seluruh penjuru Nusantara siap menyambut ribuan siswa baru pada Tahun Ajaran 2025-2026. Meski tak berbayar alias gratis, namun kurikulum, tenaga pengajar, hingga gizi para siswa sudah digodog dengan matang.

"Kurikulum yang akan diterapkan ini sudah dirancang oleh adjustment dengan tim yang sudah dibentuk dan kurikulum itu sendiri sudah mendekati final. Tetapi, kurikulum itu perlu dilengkapi dengan modul, dengan instrumen-instrumen lain agar nanti proses pembelajarannya itu benar-benar tetap sasaran," kata Menteri Sosial, Saifullah Yusuf, dikutip dari tayangan Metro Siang, Metro TV, Rabu, 9 Juli 2025. 

Sekolah Rakyat kini bisa dibilang tengah nebeng di fasilitas milik pemerintah. Sementara dalam satu tahun ke depan akan dibangun gedung gedung baru yang ditargetkan mampu dioperasikan mulai Tahun Ajaran 2026-2027. Artinya, ada kendala baru yakni keterbatasan lahan.

Pembangunan Sekolah Rakyat tak hanya bergantung pada Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). Namun, juga Corporate Social Responsibility (CSR) pihak swasta hingga dukungan masyarakat.

Infrastruktur sudah siap. Kepala Sekolah Rakyat pun sudah digembleng dalam retret untuk menyamakan pemahaman dan standar kerja para kepala sekolah. 
 

Baca juga: 100 Sekolah Rakyat Beroperasi Penuh Awal Agustus

Sekolah Rakyat kini tinggal menghitung hari menuju kedatangan para siswa yang akan mengenyam bangku pendidikan. Lalu, bagaimana dengan kesiapan para siswanya?

Tim Metro TV menemui Suratna dan Galih, ibu dan anak yang berkesempatan menjadi pencicip pertama bangku Sekolah Rakyat. Suratna bercerita Galih tak diterima di SMP Negeri impiannya. Ia juga sempat kebingungan melanjutkan pendidikan sang anak sebelum mendapat informasi tentang Sekolah Rakyat.

"Bingung juga tadinya Galih daftar enggak nyangkut juga. Galih maunya sekolahnya ke 22, 160, sama 259, tapi enggak nyangkut," ujar Suratna. 

Bagi Suratna yang sehari-hari hanya berjualan kue dengan penghasilan pas-pasan, kehadiran Sekolah Rakyat menjadi angin segar. Ditambah, ia masih harus menyekolahkan adik Galih.

Kisah Galih dan sang ibu hanya satu dari ribuan kisah lain yang menjadikan Sekolah Rakyat sebagai secercah harapan dalam mengenyam pendidikan. 

Jangan lupa ikuti update berita lainnya dan follow  akun
Google News Metrotvnews.com


(Silvana Febriari)