Saksi Ahli KPU Ungkap Tiga Sumber Kegaduhan Sirekap

3 April 2024 11:19

Saksi ahli dari Komisi Pemilihan Umum (KPU), Marsudi Wahyu Kisworo menjelaskan tiga persoalan yang menjadi sumber kegaduhan Sistem Informasi Rekapitulasi (Sirekap) di Pemilu 2024. Keterangan itu disampaikan saat sidang perkara Perselisihan Hasil Pemilihan Umum (PHPU) Pilpres 2024 di Gedung Mahkamah Konstitusi (MK), Jakarta, Rabu 3 April 2024.

Marsudi menjelaskan persoalan pertama dari kegaduhan Sirekap itu muncul akibat pola dan tulisan tangan yang tertera pada gambar formulir C1 plano di tempat pemungutan suara (TPS) berbeda-beda. Tulisan petugas Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara (KPPS) itu diubah menjadi data numerik dan muncul ke aplikasi Sirekap.

"Kita tahu tulisan tangan setiap orang berbeda. Apalagi tulisan tangan di 820 ribu TPS, tulisan berbeda," kata Marsudi.

Marsudi mengatakan, sistem OCR yang ada di Sirekap memiliki tingkat akurasi 99%, atau masih ada kemungkinan error 1%. "Tapi kalau di lapangan bisa lebih rendah lagi. Paling tinggi 92% atau 93%. Jadi ada kemungkinan 7% salah ketika OCT itu mengubah gambar jadi angka," jelasnya.

Persoalan kedua, lanjut dia, kualitas kamera pada gawai milik petugas KPPS yang digunakan untuk mengambil gambar formulir C1 dan diupload ke sistem berbeda-beda. "Ada yang jelas, remang-remang dan kekuningan," kata dia. 
 

Baca juga: Bambang Widjojanto Persoalkan Status Ahli KPU di Sidang MK

Sementara persoalan terakhir ialah kualitas atau kondisi kertas saat diambil gambar juga bisa berpengaruh. 

"Kalau kertas terlipat bisa jadi kesalahan interpretasi OCR ini. OCR ini bukan manusia yang bisa memperkirakan. Dia hanya patuh pada data. Sistem OCR ini diberikan data berbagai macam tulisan tangan, kemudian dipelajari, baru bisa melihat ini angka satu dua atau tiga," kata Marsudi.

Saksi yang pernah memberikan keterangan pada sidang PHPU Pilpres 2019 itu juga mengatakan, tiga masalah ini jadi sumber kegaduhan ketika data yang ditampilkan di website berbeda dengan gambar formulir C1.

"Karena Sirekap sarana transparansi, maka ketika terjadi perbedaan, terjadi komplain dari masyarakat, KPU segera melakukan tindakan korektif sehingga semakin lama semakin sedikit kesalahannya," jelasnya.

Marsudi mengakui sejak 2004, teknologi penghitungan suara selalu dipermasalahkan. Padahal menurut Undang-Undang (UU) suara sah itu dari penghitungan manual berjenjang. "Ekstremnya seandainya Sirekap itu tidak ada pun, sebetulnya tidak ada pengaruhnya terhadap perhitungan suara," ungkapnya.

Jangan lupa ikuti update berita lainnya dan follow  akun
Google News Metrotvnews.com


(Anggie Meidyana)