Bedah Editorial MI: Menghentikan Rangkap Jabatan

19 September 2025 08:01

Negeri ini jelas tidak kekurangan manusia unggul yang punya kapasitas memimpin atau mengawasi institusi. Sayangnya, pada saat yang sama, bangsa ini juga banyak dihiasi pejabat-pejabat yang merasa bisa melakukan segala hal. Bahkan, ada yang merasa bahwa hanya dialah yang paling bisa menduduki jabatan-jabatan tertentu.

Tidak mengherankan jika kita temua banyak penyelenggara negara yang merangkap jabatan,  khususnya menjadi komoisaris di sejumlah badan usaha milik negara (BUMN). Alasannya pun macam-macam, khususnya merasa bahwa jabatan yang dirangkap itu masih memiliki keterkaitan.

Argumentasi seperti itu lebih lekat dengan jurus ngeles ketimbang alasan yang masuk akal. Sampai pertengahan Juni lalu, sebanyak 25 wakil menteri (wamen) di Kabinet Merah Putih merangkap jabatan menjadi komisaris berbagai BUMN. Tiga bulan kemudian, jumlahnya bertambah menjadi 31 orang.

Kondisi itu menandakan bahwa kritik bertubi-tubi dari publik dianggap angin lalu. Teriakan nyaring bahwa rangkap jabatan itu bukan saja tidak etis, melainkan juga melabrak rambu-rambu aturan. 

Padahal, rangkap jabatan seperti itu sudah nyata-nyata dilarang berdasarkan konstitusi. Mahkamah Konstitusi (MK) pada 28 Agustus lalu secara tegas memerintahkan agar rangkap jabatan diakhiri. Tapi, teriakan dan larangan seperti berhenti sekadar seruan, teriakan, bahkan larangan.

Terbukti, rangkap jabatan jalan terus. Sejumlah wamen tetap diangkat menjadi komisaris BUMN. Benar, memang ada janji melakukan evaluasi. Tapi, janji itu masih terdengar sayup-sayup. Aksi menghentikan rangkap jabatan masih teramat jauh panggang dari api.
 

Baca juga: Reshuffle Kabinet Jilid II dan III Selaras dengan Tuntutan 17+8

KPK memang sedang menyusun sejumlah usulan bagi lahirnya perpres atau PP yang mengatur definisi, ruang lingkup, hingga daftar larangan rangkap jabatan. KPK juga mengusulkan sistem gaji tunggal (single salary), sebab dengan begitu celah penghasilan ganda dari rangkap jabatan sudah ditutup.

Namun, usulan-usulan itu masih berhenti sekadar usulan. Ia belum bergerak menjadi aksi penting menyetop rangkap jabatan. Apakah itu bisa diartikan bahwa putusan MK tak lagi punya wibawa sehingga bebas ditinggalkan begitu saja?

Lahirnya putusan larangan rangkap jabatan disemangati oleh prinsip bahwa jabatan itu amanat. Karena amanat, jabatan tidak bisa dijalankan secara sambil lalu. Jabatan juga menuntuk pelaksanaan etika yang ketat, menjauhkan diri sejauh-jauhnya dari potensi konflik kepentingan dan penyalahgunaan kekuasaan.

Negeri ini sudah lama teramat longgar memaklumi itu semua, bahkan menganggap remeh. Rakyat di negeri ini butuh keteladanan aksi. Publik menunggu para pejabat yang autentik, yakni pejabat yang menyatu antara kata dan perbuatan.

Jangan lupa ikuti update berita lainnya dan follow  akun
Google News Metrotvnews.com
Viral!, 18 Kampus ternama memberikan beasiswa full sampai lulus untuk S1 dan S2 di Beasiswa OSC. Info lebih lengkap klik : osc.medcom.id
(Silvana Febriari)