Profesi dokter merupakan profesi yang keberadaannya dibutuhkan oleh masyarakat. Sedikitnya jumlah dokter terjadi karena mahalnya biaya pendidikan dokter yang sulit dijangkau oleh masyarakat.
Ironis, di balik jubah putihnya, noda hitam tengah mewarnai dunia kedokteran akibat kasus pelecehan seksual yang dilakukan oleh oknum dokter. Tak sedikit dokter terjerat pidana karena kasus pelecehan terhadap pasiennya hingga terancam kehilangan statusnya sebagai dokter.
Jumlah dokter di Indonesia saat ini sebenarnya belum ideal. Rasio dokter yang ideal menurut World Health Organization (WHO) itu jumlahnya adalah 1:1.000. Sedangkan Indonesia hanya punya 140 ribu dokter berbanding dengan 278 juta jiwa, atau rasio 1:1.986.
Dalam rasio yang ideal, seharusnya Indonesia memiliki sedikitnya 284 ribu dokter. Mengapa jumlah dokter begitu sedikit?
Serba-Serbi Pendidikan Kedokteran
Biaya pendidikan kedokteran sangat mahal. Biayanya mencapai Rp150-300 juta per tahun. Umumnya pendidikan kedokteran hanya ditempuh oleh masyarakat kelas atas dan sulit dicapai oleh masyarakat kurang mampu.
Proses pendidikan menjadi dokter cukup panjang. Pertama pelajar harus menempuh studi di Fakultas Kedokteran selama 3,5-4 tahun. Selanjutnya menjalani pendidikan profesi di Rumah Sakit atau koas selama 1,5-2 tahun.
Setelahnya,calon dokter harus mengikuti uji kompetensi mahasiswa pendidikan profesi dokter (UKMPP) dan mengikuti Program Internship Dokter Indonesia (PIDI) selama 1 tahun.
Meski melalui tahapan sulit, namun profesi dokter cukup berisiko. Apabila terjadi malapraktik maka dapat dikenakan hukuman, denda, penjara, hingga pemecatan (Pasal 359, 360. Dan 361 KUHP). Dan apabila pasien menderita kerugian, maka dokter dituntut membayar ganti rugi.
Posisi dokter adalah vital dalam penyelenggaraan pelayanan medis. Namun, pekerjaan dokter dilindungi oleh asas
Lex Specialis yang melindungi dokter terhadap ketentuan pidana umum.
Seorang pasien hanya dapat memercayakan penanganan penyakit yang dideritanya kepada dokter. Hubungan yang berlandaskan kepercayaan tersebut berpotensi disalahgunakan oleh oknum.
Jubah Putih Itu Ternoda
Dalam sejumlah kasus, harga obat dalam resep dokter kerap dikeluhkan mahal oleh pasien. Pasien juga tak jarang jadi korban pelecehan oleh oknum dokter.
Terdapat beberapa unsur kepercayaan dalam hubungan dokter-pasien. Pertama, dokter harus menjaga rahasia medis pasien, pasien percaya dengan kemampuan dokter, serta pasien melepaskan privasi saat pemeriksaan atau pengobatan.
Namun asas kepercayaan itu dihitamkan oleh sejumlah oknum dalam kasus terkini. Pasien rawan jadi korban pelecehan oleh dokter.
Dokter peserta PPDS Universitas Padjajaran diduga memperkosa tiga orang pasien dan keluarga pasien di Rumah Sakit Hasan Sadikin Bandung. Adapun dokter kandungan di Garut diduga melecehkan lima pasiennya. Terbaru, dokter di Malang dilaporkan pasiennya atas dugaan pelecehan.
Untuk menanggulangi hal tersebut, Kementerian Kesehatan akan mewajibkan dokter dan dokter pendidikan spesialis menjalani tes kejiwaan secara berkala. Monitor kondisi kejiwaan menurutnya dapat memastikan para dokter residen melayani masyarakat sebaik-baiknya.
“Saya sebagai menteri menitipkan sejumlah hal untuk memperbaiki kualitas pendidikan dokter. Hal-hal tersebut adalah: pada saat rekrutmen dari calon peserta pendidikan dokter spesialis, diwajibkan untuk melakukan mengikuti tes psikologis. Sehingga kita bisa mengetahui kondisi kejiwaannya. Hal ini guna peserta pendidikan dapat melayani masyarakat dengan sebaik-baiknya,” kata dia.
Budi juga menyoroti maraknya pendidikan dokter residen yang ternyata bukan di bawah pengawasan konsulen, melainkan senior kakak tingkatnya. Hal itu perlu dibenahi karena berdampak pada kualitas kerja dan budaya kerja dokter.
“Kami banyak mendengar bahwa pendidikan dokter spesialis yang dilakukan di rumah sakit-rumah sakit itu tidak dilakukan langsung oleh konsulennya, tidak dilakukan langsung oleh dosennya, tapi dilakukan oleh seniornya, oleh kakak tingkatnya. Sehingga tidak benar-benar memberikan kualitas yang kita inginkan baik dari sisi keterampilannya maupun dari budaya kerja,” kata dia.
Terakhir, Budi berharap tidak ada lagi masalah
overwork bagi peserta pendidikan dokter spesialis. Menurutnya hal ini akan melelahkan siswa dan memberi beban psikologis.
“Kami meminta agar disiplin jam kerja bagi para peserta didik ini dilakukan tanpa kecuali. Saya mendengar bahwa para peserta didik dipaksa bekerja luar biasa. Katanya ini untuk latihan mental. Tapi menurut saya terlalu berlebihan aturan-aturan mengenai jam kerja bagi peserta didik itu,” kata dia.