Kepercayaan Publik Terhadap Hakim Kian Tergerus

23 April 2025 16:19

Jakarta: Dunia peradilan Indonesia kembali tercoreng dengan sejumlah kasus korupsi yang menjerat para penegak hukum di level tertinggi. Sejumlah hakim, mulai dari tingkat Pengadilan Negeri (PN) hingga Mahkamah Agung (MA), terjerat kasus suap, gratifikasi, dan tindak pidana pencucian uang (TPPU), yang memunculkan kekhawatiran akan runtuhnya integritas sistem peradilan.

Salah satu kasus menonjol adalah vonis terhadap mantan Hakim Agung Gazalba Saleh. Pada Oktober 2024, Pengadilan Tipikor Jakarta menjatuhkan hukuman 10 tahun penjara dan denda Rp500 juta karena terbukti menerima gratifikasi dan melakukan TPPU senilai lebih dari Rp62 miliar. Hukuman itu kemudian diperberat oleh Pengadilan Tinggi DKI Jakarta menjadi 12 tahun penjara. Gazalba pun mengajukan kasasi pada Januari 2025.
 

BACA : Pengacara Penyuap Hakim Menyalahgunakan Profesi untuk Khianati Rakyat

Kasus lain datang dari PN Surabaya. Tiga hakim diduga menerima suap sebesar Rp20 miliar untuk memvonis bebas terdakwa kasus pembunuhan Dini Sera. Para hakim tersebut adalah Erintuah Damanik (Ketua Majelis), Mengapul, dan Heru Hanindyo (Anggota Majelis). Kasus ini memantik pertanyaan publik terkait nilai keadilan yang seolah dapat ditukar dengan uang.

Nama besar lainnya yang terseret adalah Hasbi Hasan, Sekretaris MA. Ia terbukti menerima suap Rp3 miliar dari Heryanto Tanaka terkait putusan kasasi KSP Intidana. Selain itu, Hasbi juga menerima gratifikasi senilai Rp630 juta dalam bentuk uang, fasilitas wisata, dan penginapan dari pihak-pihak yang memiliki kepentingan terhadap jabatannya.

Tak hanya itu, dugaan praktik suap juga menyeret tiga hakim PN Jakarta Pusat dalam perkara ekspor minyak sawit mentah (CPO). Agam Syarif Barudin, Ali Muhtarom, dan Juyamto memutus bebas tiga korporasi besar yang terlibat kasus korupsi senilai Rp22,5 miliar. Putusan tersebut mengundang sorotan karena diduga merupakan hasil rekayasa dengan imbalan tertentu.
 
BACA : Peran Paus Fransiskus untuk Capai Perdamaian di Ukraina Timbulkan Pro dan Kontra

Menanggapi rentetan kasus tersebut, mantan hakim Asep Iwan Iriawan menyampaikan bahwa reformasi telah dilakukan MA dengan merotasi hakim-hakim bermasalah ke daerah. Ia tetap mendorong publik untuk tetap optimis terhadap sistem hukum yang sedang dibenahi.

"Kita harus optimis, kalau tidak percaya, siapa lagi yang akan mengadili? Tidak mungkin pengadilan jalanan yang ambil alih,” ujar Asep seperti dikutip dari Metro Siang Metro TV, Rabu, 23 April 2025.

Namun, Asep juga menyoroti budaya dalam dunia peradilan yang rentan terhadap suap, serta keterlibatan mafia hukum dari kalangan pengacara dan pengusaha. Ia menekankan bahwa jika reformasi tidak dijalankan serius, aktor-aktor penyimpang ini akan terus bermunculan dan merusak sendi-sendi keadilan.

"Mindset mereka tidak pernah berubah, tidak mau tobat karena watak dan tabiat. Mereka juga takut terhadap atasan karena perkara itu direkayasa. Banyak hakim itu cuma peliharaan pengacara dan pengusaha,” ujar Asep.

Kondisi ini memperlihatkan tantangan serius bagi penegakan hukum di Indonesia. Di tengah harapan akan pemulihan integritas, publik menanti langkah tegas lembaga peradilan untuk memberantas praktik kotor demi memulihkan kepercayaan masyarakat.

(Zein Zahiratul Fauziyyah)

Jangan lupa ikuti update berita lainnya dan follow  akun
Google News Metrotvnews.com


(Gervin Nathaniel Purba)