Bedah Editorial MI: Kemenangan Rakyat

23 August 2024 09:33

PEMBATALAN pengesahan revisi Undang-Undang Pilkada oleh DPR ialah kemenangan rakyat dan akal sehat. Sebelumnya, DPR mengagendakan rapat paripurna untuk mengesahkan revisi undang-undang yang poin utamanya menganulir dua putusan Mahkamah Konstitusi, yakni soal ambang batas pencalonan kepala daerah dan penetapan syarat usia pasangan calon kepala daerah.

Dengan tekanan gerakan rakyat, baik melalui media sosial maupun aksi demonstrasi, upaya menyiasati putusan MK itu bisa digagalkan. Gerakan rakyat muncul karena tingkat kepatuhan penyelenggara negara akan konstitusi benar-benar diuji. Betapa tidak, putusan MK yang jelas-jelas jadi produk konstitusi dan tidak ada jalan lain kecuali dipatuhi dan dijalankan, hendak dicari celahnya untuk dianulir oleh wakil rakyat dan pemilik kekuasaan. Tidak mengherankan bila publik  menyebut DPR dan pemegang kendali kekuasaan tengah bermain api. 

Mereka bermufakat hendak menyiasati konstitusi dengan merevisi aturan main pencalonan kepala daerah yang termaktub dalam Undang-Undang Nomor 10/2016 tentang Pilkada. Aksi siasat tersebut dilakukan hanya berselang sehari setelah Mahkamah Konstitusi mengeluarkan dua putusan penting. Pertama, Putusan Nomor 60/PUU/XXII/2024 yang mengubah ambang batas pencalonan partai politik atau gabungan partai politik untuk mengusung pasangan calon kepala daerah dan calon wakil kepala daerah.

Kedua, Putusan Nomor 70/PUU-XXII/2024 menegaskan bahwa batas usia minimum calon kepala daerah dihitung sejak penetapan pasangan calon oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU).
 

Baca: Pengesahan Revisi UU Pilkada Dibatalkan, Dasco Bantah Temui Presiden Jokowi

Putusan itu menggugurkan tafsir putusan Mahkamah Agung sebelumnya yang menyebut bahwa batas usia calon kepala daerah dihitung sejak pasangan terpilih dilantik. Maka, hasrat menggebu-gebu untuk mengesahkan revisi UU Pilkada itu dijawab dengan gerakan massa sipil di berbagai wilayah di Tanah Air.

Gerakan rakyat dari berbagai elemen itu umumnya menilai telah terjadi pembangkangan dan pembegalan terhadap konstitusi. Mereka yang selama ini diam, mengamati, dan pasrah seperti mendapatkan energi untuk bergerak kembali karena hasrat mengakali konstitusi itu tidak bisa lagi ditoleransi. 

Penyiasatan konstitusi itu sudah mengancam demokrasi, ketaatan bernegara, dan mengancam masa depan bangsa. Berkali-kali di forum ini kita sampaikan bahwa tidak ada ruang bagi putusan MK yang bersifat final dan mengikat itu untuk ditafsirkan kembali. Pemerintah dan DPR semestinya paham betul bahwa satu-satunya ruang yang ada hanyalah menaati dan melaksanakan putusan itu tanpa "reserve"

Putusan MK bersifat eksekutorial atau langsung dieksekusi dan "erga omnes" atau mengikat untuk semua pihak tanpa terkecuali. Semua pihak, termasuk dalam hal ini DPR, KPU, Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu), partai politik, pemerintah, maupun masyarakat harus tegak lurus mematuhi isi putusan MK itu.

Pemerintah dan DPR juga pasti tahu bahwa keputusan MK terkait dengan pilkada tidak dapat dibatalkan oleh DPR, mestinya juga tidak dibatalkan oleh peraturan pemerintah pengganti undang-undang (perppu).  Bila pemerintah dan DPR berkukuh memutar haluan putusan MK, maka akan muncul kekacauan aturan, ketidakpastian hukum, dan perlawanan tiada henti dari rakyat yang merasa hak mereka memperoleh calon pemimpin yang mereka kehendaki terus diamputasi.

Revisi itu, bila tetap dilanjutkan, berpotensi menimbulkan sengketa antarlembaga negara seperti Mahkamah Konstitusi versus DPR yang berkepanjangan. 
Selain itu, hasil pemilihan kepala daerah serentak yang akan berlangsung berpotensi dibatalkan oleh MK karena dinilai melanggar hukum. Sebab, MK memiliki kewenangan memutus perkara hasil pemilu. 

Jika itu terus berlanjut, kondisi itu akan sangat merugikan seluruh elemen masyarakat karena kontraproduktif dan menimbulkan kerusakan kehidupan bernegara.

Berbagai kekhawatiran itulah yang membuat gerakan rakyat bermunculan, baik di dunia maya maupun aksi turun ke jalan. Tekanan rakyat pun tidak sia-sia. DPR, sebagaimana dinyatakan oleh Wakil Ketua Sufmi Dasco Ahmad, akhirnya mengikuti putusan MK. Wakil rakyat yang terus ditekan oleh rakyat akhirnya mengikuti kehendak rakyat.

Gerakan rakyat mengawal putusan MK ini mestinya memberi pelajaran penting bagi siapa pun yang sedang memegang dan mengendalikan kekuasaan untuk berhenti bersiasat terhadap kehendak rakyat. Rakyat yang selama ini diam bukan berarti tidak tahu, tapi sesungguhnya sedang menunggu sampai batas tertentu untuk bergerak serentak membela akal sehat. Dan, kewarasan akan selalu punya ruang untuk menang. 

Jangan lupa ikuti update berita lainnya dan follow  akun
Google News Metrotvnews.com


(Gervin Nathaniel Purba)