Zein Zahiratul Fauziyyah • 21 October 2025 16:46
Jakarta: Setiap 28 Oktober, bangsa Indonesia memperingati Hari Sumpah Pemuda. Sebuah momentum bersejarah yang menjadi titik balik kesadaran nasional. Tiga kalimat yang diikrarkan para pemuda pada tahun 1928 bukan sekadar kata-kata simbolik, melainkan pernyataan tegas tentang persatuan, identitas, dan cita-cita kemerdekaan.
Dari Kongres Pemuda ke Lahirnya Ikrar Nasional
Perjalanan menuju
Sumpah Pemuda tidak terjadi dalam semalam. Dua tahun sebelum ikrar bersejarah itu diucapkan, Kongres Pemuda I sudah digelar pada 1926 di Batavia. Namun, semangat kedaerahan masih kuat sehingga belum menghasilkan kesepakatan bulat.
Barulah pada 27–28 Oktober 1928, para pemuda dari berbagai organisasi seperti Jong Java, Jong Sumatranen Bond, Jong Ambon, Jong Celebes, dan lainnya kembali bersatu dalam
Kongres Pemuda II. Kongres ini menjadi ajang pertemuan pemikir muda dari berbagai penjuru Nusantara yang memiliki satu visi besar yaitu Indonesia harus bersatu.
Kegiatan kongres dilaksanakan di tiga tempat berbeda mulai dari Gedung Katholieke Jongelingen Bond di Waterlooplein (kini Lapangan Banteng), dilanjutkan di Oost-Java Bioscoop, dan ditutup di Gedung Indonesische Clubgebouw di Jalan Kramat Raya 106. Tempat terakhir inilah yang menjadi saksi lahirnya ikrar
Sumpah Pemuda.
Detik-Detik Bersejarah Lahirnya Tiga Ikrar Sakti
Pada sesi penutupan kongres, suasana semakin mengharu biru. Di tengah pidato Sunario tentang pentingnya
nasionalisme, Mohammad Yamin menyerahkan secarik kertas berisi tiga poin ikrar kepada Soegondo Djojopoespito, ketua kongres saat itu.
Dengan lantang, Soegondo membacakan teks yang kemudian dikenal sebagai Sumpah Pemuda:
- Pertama: Kami putra dan putri Indonesia, mengaku bertumpah darah yang satu, tanah air Indonesia.
- Kedua: Kami putra dan putri Indonesia, mengaku berbangsa yang satu, bangsa Indonesia.
- Ketiga: Kami putra dan putri Indonesia, menjunjung bahasa persatuan, bahasa Indonesia.
Pembacaan ikrar ini disambut tepuk tangan, air mata, dan semangat membara. Momen semakin berkesan ketika Wage Rudolf Supratman memperdengarkan lagu “Indonesia Raya” untuk pertama kalinya, secara instrumental karena liriknya dilarang pemerintah kolonial. Meski tanpa kata, alunan biola itu telah menyulut bara semangat persatuan di dada para pemuda.
Makna Mendalam di Balik Tiga Kalimat
Menurut sejarawan AB Kusumaningrat, Sumpah Pemuda memiliki makna yang jauh lebih dalam daripada sekadar pengakuan simbolik.
- Pertama, ikrar “bertumpah darah satu, tanah air Indonesia” menjadi deklarasi politik atas kesatuan wilayah yang melampaui batas-batas kerajaan atau suku.
- Kedua, pengakuan “berbangsa satu, bangsa Indonesia” menandai lahirnya entitas nasional baru yang inklusif dan melampaui identitas kedaerahan.
- Ketiga, penegasan “bahasa persatuan, bahasa Indonesia” menjadi tonggak penting dalam pembentukan komunikasi nasional, alat pemersatu di tengah keragaman bahasa daerah.
Lebih dari itu,
Sumpah Pemuda juga merupakan pernyataan politik yang menunjukkan kehendak bersama untuk hidup dalam satu negara-bangsa yang merdeka dan berdaulat.
Warisan Semangat untuk Generasi Muda
Sobat
MTVN Lens, Sumpah Pemuda tidak hanya menjadi tonggak sejarah, tetapi juga fondasi ideologis bagi perjuangan menuju kemerdekaan Indonesia tahun 1945. Ikrar ini menyalakan semangat kolektif di kalangan pemuda, mendorong berbagai organisasi untuk bersatu dalam satu arah perjuangan.
Kini, hampir satu abad kemudian,
Sumpah Pemuda tetap relevan. Ia menjadi pengingat bahwa kemerdekaan dan persatuan tidak lahir dari perbedaan yang diseragamkan, melainkan dari keberagaman yang disatukan oleh tujuan bersama.
Semangat itu menjadi refleksi penting bagi generasi muda masa kini bahwa apakah kita masih menghidupi nilai-nilai persatuan itu, atau hanya menghafalnya tanpa makna?
Jangan lupa saksikan
MTVN Lens lainnya hanya di
Metrotvnews.com.