OJK Lakukan Kemunduran Besar Beri Label Pembiayaan Hijau PLTU Batu Bara

Ilustrasi OJK. Foto: Medcom.id

OJK Lakukan Kemunduran Besar Beri Label Pembiayaan Hijau PLTU Batu Bara

Annisa ayu artanti • 4 September 2023 13:47

Jakarta: Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dinilai telah melakukan kemunduran besar terhadap perkembangan aturan pembiayaan berkelanjutan.

Asal tau saja, OJK tengah melakukan pembahasan revisi taksonomi hijau Indonesia. Dalam revisi tersebut OJK membuka kemungkinan pembiayaan batu bara untuk PLTU batu bara captive.

PLTU batu bara captive adalah pembangkit di dalam kawasan industri akan diberikan label hijau.

PLTU batu bara merupakan sumber utama yang signifikan emisi karbon terbesar secara global. International Energy Agency juga telah menyampaikan tidak boleh ada PLTU batu bara baru untuk membatasi kenaikan suhu di bawa 1.5C sesuai dengan tujuan perjanjian Paris.

Asia Energy Finance Campaigner dari Market Forces Binbin Mariana mengatakan rencana OJK yang mengkategorikan pembiayaan pembangunan PLTU batu bara untuk smelter ke dalam kategori hijau dengan alasan mendukung transisi Indonesia menuju energi terbarukan, berisiko meningkatkan praktik ‘transitionwashing’ oleh perbankan Indonesia.

Baca juga: Pembiayaan UMKM dan Pasar Modal Jadi Prioritas OJK

"Ini tidak sejalan dengan tujuan iklim global jika bank mengkategorikan pembiayaan PLTU batu bara sebagai transisi yang semata-mata membantu industri yang tidak ramah lingkungan agar terlihat ramah lingkungan," kata Binbin dalam keterangan tertulis, Senin, 4 September 2023.

Menurutnya, praktik transition washing saat ini sangat mengkhawatirkan karena pembiayaan hijau digunakan untuk mendanai perusahaan-perusahaan tinggi karbon yang tidak memiliki rencana yang kredibel untuk mengalihkan bisnis mereka dari bahan bakar fosil. 

Perbaikan taksonomi hijau Indonesia

Sementara itu, Ekonom dan Direktur Eksekutif CELIOS Bhima Yudhistira mengatakan, arah dari perbaikan taksonomi hijau Indonesia tidak sesuai dengan komitmen transisi energi. Ada penunggang gelap dalam proses penyusunan taksonomi hijau. 

Seharusnya taksonomi hijau 2.0 tidak lagi mengakomodir sektor-sektor usaha yang berkontribusi pada peningkatan emisi karbon.

“Justru yang diharapkan adanya label merah pada pertambangan batubara, migas hingga pembangunan PLTU baru. Jadi bank dan lembaga keuangan lainnya tidak punya celah dalam melanjutkan pembiayaan baru ke sektor energi berbasis fosil," ujar Bhima.

Baca juga: OJK Pastikan Penyelenggaraan Perdagangan Karbon Dimulai Kuartal IV

Bhima juga menambahkan OJK harus tegas menolak pembiayaan PLTU baru di kawasan industri atas nama mendukung hilirisasi.

Sebab, ketika pembiayaan PLTU baru dengan dalih hilirisasi justru masif, maka produk yang dihasilkan dari proses hilirisasi akan menghadapi banyak tantangan.
Pertama, produk hilirisasi Indonesia khususnya nikel, dan bauksit akan dinilai menimbulkan emisi karbon yang tinggi.

"Sangat mungkin calon pembeli misalnya perusahaan baterai EV mencari sumber alternatif lainnya," sebut Bhima.

Kedua, dia melanjutkan, konsumen menjadi skeptis terhadap pengembangan kendaraan listrik karena proses hilirisasi masih bergantung dari energi batu bara.
"Meski diberi insentif sebesar-besarnya,belum tentu penjualan mobil dan motor listrik akan laris di pasaran, apalagi di segmen ekspor," jelas Bhima.

Jangan lupa ikuti update berita lainnya dan follow  akun
Google News Metrotvnews.com


(Annisa Ayu)