Anggota Komisi IX DPR Nurhadi. Foto: Istimewa.
Jakarta: Anggota Komisi IX DPR Nurhadi menyoroti Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 28 Tahun 2024 tentang Peraturan Pelaksana UU Nomor 17 Tahun 2023 tentang Kesehatan. Dia meminta pemerintah bijak dalam menyusun aturan.
Aturan tersebut disorot karena berpotensi memperburuk kondisi ekonomi nasional, terutama di sektor pertanian dan industri padat karya seperti tembakau serta makanan dan minuman. Padahal, sektor tersebut menjadi tulang punggung penyerapan tenaga kerja di Indonesia selama ini.
"Kami di Komisi IX DPR RI mendorong pemerintah untuk memperkuat perlindungan terhadap petani dan pekerja di sektor ini,” kata Nurhadi dikutip dari Media Indonesia, Rabu, 21 Mei 2025.
Politikus Partai NasDem itu menyampaikan, lonjakan PHK yang terjadi dalam beberapa bulan terakhir di berbagai sektor, menjadi sinyal kuat bahwa kebijakan yang terlalu restriktif bisa mempercepat krisis ketenagakerjaan. Pembentukan Satgas PHK oleh Presiden Prabowo pun menjadi pengakuan bahwa situasi ini perlu direspons secara serius.
“Kalau kita ingin pemerataan ekonomi, mulailah dari desa, dari petani. Perkebunan rakyat ini fondasi. Dengan memperkuat mereka, ekonomi desa tumbuh, lapangan kerja tercipta, kemiskinan berkurang. Itu sejalan dengan program besar Presiden Prabowo lewat Asta Cita, membangun dari pinggiran, memastikan semua rakyat merasakan manfaat pembangunan, bukan hanya di kota,” ungkap dia.
Ia menilai bahwa PP Nomor 28 Tahun 2024 justru bertentangan dengan arah pembangunan nasional yang menekankan kedaulatan ekonomi dan penguatan sektor domestik. Target pertumbuhan ekonomi 8 persen akan sulit tercapai jika industri strategis ditekan oleh regulasi yang tidak berpihak pada rakyat.
Nurhadi menegaskan, jangan sampai ada regulasi yang justru mematikan industri nasional dan memperburuk kesejahteraan rakyat. Dia menegaskan parlemen akan terus mengawasi dan mendorong sinergi lintas sektor antara Kementerian Ketenagakerjaan (Kemenaker), Kementerian Pertanian (Kementan), dan Kementerian Perindustrian (Kemenperin).
"Agar industri ini tetap tumbuh, berkelanjutan, dan tetap memberikan manfaat maksimal bagi tenaga kerja Indonesia,” sebut dia.
Nurhadi juga menyoroti bahwa PP Nomor 28 Tahun 2024 mengadopsi prinsip-prinsip dari Framework Convention on Tobacco Control (FCTC). Yakni, sebuah kerangka global yang tidak diratifikasi oleh Indonesia.
“Kita harus menjaga kedaulatan nasional. Jangan sampai kita tunduk pada tekanan asing,” ujar dia.
Ia menambahkan bahwa pemerintah harus lebih bijak dalam menyusun kebijakan dan lebih memperhatikan rakyat termasuk para petani. Penyusunan aturan jangan mementingkan ego sektoral namun melupakan kepentingan bersama dalam menjaga hajat orang banyak.
“
Kemenkes seharusnya menjadi mitra strategis dalam mendukung target Presiden, bukan malah menjadi penghambat dengan ego sektoral yang seolah tidak mau mendengarkan masukan dari pelaku di industri tembakau dan ekosistem di dalamnya,” ujar dia.
Beberapa ketentuan dalam PP Nomor 28 Tahun 2024 terkait produk
tembakau yang menuai kritik yaitu larangan penjualan rokok dalam radius 200 meter dari satuan pendidikan dan tempat bermain anak, pelarangan pemajangan Iklan di luar ruang dalam radius 500 meter dari satuan pendidikan dan tempat bermain anak, serta rencana penyeragaman kemasan rokok tanpa identitas merek (plain packaging), dinilai dapat mematikan ekosistem industri hasil tembakau nasional.
Sedangkan PP Nomor 28 Tahun 2024 yang dinilai mengancam
industri makanan dan minuman yaitu soal pembatasan kandungan gula, garam, dan lemak (GGL) dalam produk makanan dan minuman juga dikhawatirkan akan menekan sektor industri yang selama ini menopang ekonomi rakyat. Industri hasil tembakau serta makanan dan minuman sejatinya menjadi sektor strategis yang sangat erat dengan sektor pertanian dan dikenal padat karya karena menyerap jutaan tenaga kerja, mulai dari hulu hingga hilir.