Kekonyolan Permanen

Dewan Redaksi Media Gorup, Ade Alawi. Foto: MI/Ebet.

Kekonyolan Permanen

Media Indonesia • 18 February 2025 05:37

PENYELENGGARAAN negara dengan tata kelola yang baik (good governace) di Republik ini masih menjadi fatamorgana.

Antara das sollen dan das sein masih jauh panggang dari api. Dua program pemerintahan dalam dua pemerintahan belakangan di negeri ini menyentak publik.

Publik terheran-heran, lopak-lapik, bahkan kaget dengan kebijakan yang diambil secara grasak-grusuk dan tanpa kajian matang sehingga berjalan penuh drama berjilid-jilid.

Alhasil, program-program lain yang menyentuh kebutuhan dasar bangsa ini, seperti pendidikan, kesehatan, dan pangan, menjadi terbangai, terpinggirkan.

Kedua pemerintahan ini, meski dipimpin oleh orang yang berbeda, mereka dilahirkan pada rahim yang sama. Tak heran jika kedua pemerintahan memiliki langgam yang sama, terutama menghadapi regulasi yang dianggap merintangi kebijakan-kebijakan mereka.

Jika sejatinya regulasi dibuat untuk mengatur manusia agar memiliki kepastian hukum (legal certainly), penyelenggara negara malah berakrobat mengubah regulasi secara kilat, zonder naskah akademik dan melibatkan partisipasi publik yang bermakna (meaningful participation).

Pertama, era Presiden Joko Widodo yang berambisi membangun infrastruktur dan proyek raksasa Ibu Kota Nusantara (IKN) di Penajam di Kabupaten Penajam Paser Utara, Provinsi Kalimantan Timur.
 

Baca juga: 

Otorita IKN Usul Beri Lahan Gratis untuk Kedutaan


Pemerintahan Jokowi yang memiliki prinsip 'kerja, kerja, kerja' itu meski berhasil membangun sejumlah proyek infrastruktur untuk membuka konektivitas dan ekonomi masyarakat, tak sedikit proyek infrastruktur yang berujung mubazir. Salah satunya ialah Bandara Internasional Jawa Barat Kertajati.

Pembangunan bandara yang terletak di Kabupaten Majalengka, Jawa Barat, itu menelan biaya sebesar Rp2,6 triliun. Alih-alih Bandara Kertajati memiliki keramaian penumpang dan menjadi aerocity, kini bandara itu 'sunyi sepi sendiri' seperti lagu Yuni Shara (Surat Undangan, 1997).

Proyek yang paling fenomenal di era Jokowi ialah IKN. Ibu kota baru negara Republik Indonesia itu digadang-gadang sebagai kota masa depan, kota yang berkelanjutan, modern, dan ramah lingkungan.

Awalnya megaproyek itu disebutkan akan dikerjakan sebagian besar oleh swasta. Namun, akhirnya proyek IKN 'menjebol' APBN. Dana yang sudah digelontorkan untuk pembangunan IKN sejak 2022 ialah sebesar Rp76,5 triliun. Total anggaran yang disiapkan untuk membangun IKN sebesar Rp466 triliun.
 
Baca juga: 

Legislator Nilai Pembangunan IKN Tidak Perlu Tergesa-gesa


Pemerintah mengobral sejumlah paket insentif untuk investor yang ingin membangun di IKN. Namun, upaya itu berakhir muncus. Gayung tak bersambut, investor, terutama asing, tak ada yang antre seperti disebutkan mantan Presiden Jokowi.

Kedua, era Presiden Prabowo, meski memiliki tujuh program prioritas atau quick win dengan total anggaran mencapai Rp121 triliun, yang mengemuka ialah program makan bergizi gratis (MBG).

Mantan Danjen Kopassus itu gercep (gerak cepat) mengeksekusi MBG dalam 100 hari pemerintahannya. Gegap gempita program tersebut sangat menguras biaya, energi, dan pikiran pemerintah.

Dalam berbagai kesempatan, baik dalam forum domestik maupun internasional, Prabowo tak ragu mengumandangkan MBG sebagai program andalan pemerintahan Prabowo-Gibran.
 

Baca juga: Prabowo Wajibkan Penyimpanan Devisa Hasil Ekspor SDA, Optimis Raih USD100 M


Jika era Presiden Jokowi proyek IKN terkesan dipaksakan, di era Prabowo proyek MBG juga sami mawon. Pemerintahan Prabowo kelimpungan membiayai MBG. Anggaran program MBG yang sudah diketok palu sebesar Rp71 triliun.

Namun, itu pun diperkirakan hanya bisa membiayai sampai Juni mendatang. Selebihnya, sampai akhir tahun ini pemerintah masih membutuhkan dana sebesar Rp140 triliun. Total anggaran yang dibutuhkan pemerintahan Prabowo-Gibran untuk menjalankan MBG dalam setahun ini senilai Rp211 triliun.

Ibarat sopir yang mengerem mendadak laju kendaraan di jalan, Presiden Prabowo Subianto mengeluarkan jurus penghematan anggaran melalui Instruksi Presiden Nomor 1 Tahun 2025 tentang Efisiensi Belanja dalam Pelaksanaan APBN dan APBD Tahun 2025.

Total penghematan mencapai Rp306 triliun. Penghematan anggaran akan dilakukan hingga tiga putaran dengan total mencapai Rp 750 triliun. Langkah itu utamanya untuk memberikan 'karpet merah' MBG sesuai dengan janji kampanye.
 
Baca juga: 

Program MBG Diyakini Bawa Pertumbuhan Ekonomi 8 Persen


Penghematan sejatinya menyasar 16 pos, kecuali belanja pegawai dan bantuan sosial. Ke-16 pos itu di antaranya alat tulis kantor (ATK), percetakan dan suvenir hingga kegiatan seremonial. Namun, nyatanya sejumlah program pendidikan, riset, dan infrastruktur, misalnya, dibabat juga.

Menurut Utusan Khusus Presiden Bidang Iklim dan Energi, Hashim S Djojohadikusumo, 'sunatan massal' anggaran itu sebenarnya untuk memotong anggaran konyol warisan pemerintahan sebelumnya.

Jika masih muncul anggaran konyol saat ini, patut dipertanyakan kualitas pengawasan oleh Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) dan pemeriksaan pengelolaan keuangan negara oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) sebelumnya.

Ketidakpastian penyelenggaraan negara akibat kebijakan yang tergesa-gesa demi mengejar populisme, tidak berbasiskan good governance, yakni akuntabel, transparansi, dan partisipasi, mengakibatkan kebingungan di masyarakat.
 
Baca juga: Pemerintah Diminta Mengkaji Ulang Efisiensi Anggaran

Terlebih lagi komunikasi internal dan eksternal dan risk management pemerintah yang buruk menambah kondisi semrawut akhir-akhir ini.

Anggaran yang konyol buah dari pikiran yang konyol, serampangan, dan semau gue. Penyelenggara negara dalam trias politika harus mengakhiri semua kekonyolan permanen dalam mengelola negara ini. Caranya, mereka harus menjadikan hukum dan etika sebagai panglima. Bukan politik sebagai panglima.

Kekuasaan, kata Samuel Huntington, dalam American Politics: The Promise of Disharmony (1981), tetap kuat ketika tetap dalam gelap, tetapi ketika terkena sinar matahari (kekuasaan) mulai menguap.

Siapa yang berani memancarkan 'sinar matahari' ketika Prabowo memberikan banyak 'kebaikan' kepada rakyat? Tabik! (Ade Alawi)

Jangan lupa ikuti update berita lainnya dan follow  akun
Google News Metrotvnews.com


(Anggi Tondi)