Pemerintah Belum Siap, MK Tunda Sidang UU Cipta Kerja

Mahkamah Konstitusi. Foto: Dok Medcom.id

Pemerintah Belum Siap, MK Tunda Sidang UU Cipta Kerja

Media Indonesia • 4 December 2023 16:34

Jakarta: Mahkamah Konstitusi (MK) menunda sidang uji formil Undang-Undang tentang Cipta Kerja (Ciptaker). Pasalnya, pemerintah belum siap dengan keterangannya.

"Dijadwalkan kembali untuk perkara ini diawal tahun. Paling kami sesuaikan diawal tahun dan waktunya akan kami sesuaikan dulu," kata Ketua MK Suhartoyo di ruang sidang Gedung MK, Senin, 4 Desember 2023.

Sidang hari ini seharusnya mendengarkan keterangan DPR dan pemerintah. Namun, menurut laporan dan catatan Kepaniteraan MK, pemerintah belum siap dengan keterangannya.

"Itulah kondisi yang sebenarnya kemudian MK juga kebetulan untuk akhir tahun ini sudah sangat padat agenda sidangnya," ungkapnya.

Pemerintah menyampaikan membutuhkan waktu untuk finalisasi keterangan presiden dan meminta penundaan 14 hari.
 

Baca juga: Pemerintah Surati DPR Minta Pengesahan Revisi UU MK Ditunda

Rega Felix selaku pemohon perkara 58/PUU-XXI/2023 mengujikan Pasal 34 ayat (2) Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2014 tentang Jaminan Produk Halal (UU JPH) dan Pasal 48 angka 19 dan 20 Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja (Perppu Cipta Kerja) yang memuat perubahan atas norma Pasal 33 ayat (5) dan Pasal 33A ayat (1) UU JPH.

Rega Felix menceritakan pelaksanaan sistem jaminan produk halal yang bersifat wajib atau mandatory memiliki potensi adanya sengketa hukum seperti sengketa terhadap sengketa terhadap penentuan nama produk halal yang halal atau tidak halal. UU JPH dan Cipta Kerja yang membentuk berbagai macam lembaga fatwa termasuk adanya MUI dan Komite Produk Halal meningkatkan potensi sengketa menjadi lebih tinggi.

Sementara itu, Nomor Perkara 49/PUU-XXI/2023 ini diujikan oleh Indonesia Halal Watch yang dalam hal ini diwakili oleh Joni Arman Hamid selaku Ketua dan Raihani Keumala selaku Sekretaris. Pemohon menyampaikan adanya perubahan norma dan penambahan norma sehingga pasal-pasal ini sangat merugikan pemohon khususnya Indonesia Halal Watch.

Pemohon menyebutkan, dengan pasal-pasal yang merupakan perubahan norma dan juga penambahan norma maka pemohon melihat bahwa telah ada pergeseran yang semula Indonesia itu menganut paradigma simbiotik maka telah terjadi menjadi paradigma integralistik. Sehingga, karena itu pasal-pasal yang sebagaimana disebutkan di dalam permohonan itu adalah telah bertentangan dengan Pasal-Pasal 28D, Pasal 29 ayat (1) dan Pasal 29 ayat (2). (Faustinus Nua)

Jangan lupa ikuti update berita lainnya dan follow  akun
Google News Metrotvnews.com


(Arga Sumantri)