Siti Yona Hukmana • 16 January 2024 17:57
Jakarta: Penyidik senior Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Novel Baswedan menanggapi usulan pakar hukum tata negara Yusril Ihza Mahendra untuk menghentikan kasus dugaan penerimaan gratifikasi, suap, dan pemerasan mantan Mentan Syahrul Yasin Limpo (SYL) oleh eks Ketua KPK Firli Bahuri. Usulan Yusril dinilai tidak masuk akal.
"Iya, sepertinya Pak Yusril lupa bahwa posisinya hanya sebagai saksi yang menguntungkan tersangka, bukan sebagai ahli. Jadi apa yang disampaikan berlebihan dan tidak masuk akal," kata Novel saat dikonfirmasi, Selasa, 16 Januari 2024.
Novel menuturkan satu hal yang penting untuk dipahami bahwa kasus Firli adalah korupsi pada level tertinggi, yaitu pemerasan. Terlebih, perbuatan itu dilakukan dalam kapasistasnya sebagai ketua KPK dan terhadap kasus yang ditangani Lembaga Antirasuah itu.
"Semua orang yang peduli dengan negeri ini, pasti akan sangat marah. Karena perbuatan korupsi yang dilakukan oleh
Firli sangat keterlaluan dan jahat sekali," ujar Novel.
Novel memandang aneh bila Yusril Ihza masih mau membela Firli Bahuri. Apalagi, kata dia, dengan pembelaan berlebihan yang mengusulkan penyidik menerbitkan surat perintah penghentian penyidikan (SP3).
"Perlu kita cermati juga, apa alasan dan pertimbangan Pak Yusri sampai mau membela Firli dengan berlebihan spt itu. Aneh sekali soalnya," ungkap wakil ketua Satuan Tugas Khusus (Satgassus) Pencegahan Korupsi Mabes Polri itu.
Yusril Ihza menjalani pemeriksaan sebagai saksi meringankan Firli di Gedung Bareskrim Polri, Jakarta Selatan pada Senin, 15 Januari 2024. Novel mengatakan Yusril memberikan keterangan hanya sebagai saks? meringankan atau menguntungkan tersangka.
"Tidak bicara alat bukti atau pembuktian, tapi bicara fakta saja. Yang disampaikan (usulan menghentikan kasus) seolah sebagai ahli," ucap Novel.
Yusril mengatakan telah mengajukan usulan untuk menghentikan kasus Firli kepada penyidik saat diperiksa sebagai saksi meringankan. Alasannya, karena tidak terdapat bukti eks pucuk pimpinan Lembaga Antirasuah itu melakukan tindak pidana.
"Iya saya sampaikan (usulan pemberhentian kasus pemerasan)," kata Yusril di Bareskrim Polri, Jakarta Selatan, Senin, 15 Januari 2024.
Firli ditetapkan tersangka kasus dugaan pemerasan atas dugaan tindak pidana korupsi berupa pemerasan atau penerimaan gratifikasi atau penerimaan hadiah atau janji oleh pegawai negeri terkait penanganan permasalahan hukum di Kementerian Pertanian (Kementan) Tahun 2020-2023.
Meski demikian, terungkap dalam sidang praperadilan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, bahwa terjadi lima kali pertemuan dan empat kali penyerahan uang kepada Firli. Dengan total senilai Rp3,8 miliar.
Firli dijerat Pasal 12 huruf e atau Pasal 12 huruf B, atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang perubahan atas Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 65 KUHP. Dengan ancaman hukuman penjara seumur hidup.