Posisi RUU Perampasan Aset di DPR: Menunggu Finalisasi Revisi KUHAP dan Kepastian Politik

Gedung DPR. Foto: Metrotvnews.com/Fachri Audhia Hafiez.

Posisi RUU Perampasan Aset di DPR: Menunggu Finalisasi Revisi KUHAP dan Kepastian Politik

M Rodhi Aulia • 28 May 2025 10:43

Jakarta: Setelah tertunda bertahun-tahun, pembahasan Rancangan Undang-Undang (RUU) Perampasan Aset kini kembali menjadi sorotan. Momentum ini terjadi di tengah percepatan revisi Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) yang sedang digodok oleh Komisi III DPR. RUU tersebut digadang-gadang menjadi solusi untuk memulihkan kerugian negara akibat korupsi yang mencapai ribuan triliun rupiah.

Namun, jalan menuju pengesahan RUU Perampasan Aset masih panjang dan bergantung pada sejumlah faktor. Salah satu penentu utamanya adalah rampungnya revisi KUHAP sebagai landasan hukum yang akan memperkuat pelaksanaan RUU tersebut. DPR telah mengisyaratkan keseriusannya dengan membuka opsi pembahasan lanjutan meski dalam masa reses.

Di sisi eksekutif, Presiden Prabowo Subianto memberikan dukungan politik penuh terhadap RUU ini. Menteri Hukum, Supratman Andi Agtas, menyebutkan bahwa koordinasi lintas partai politik sedang berlangsung untuk memastikan kelancaran pembahasan dan pengesahan di parlemen. Namun, perdebatan soal urgensi versus risiko abuse of power masih menjadi catatan penting.

Berikut ini adalah posisi terkini RUU Perampasan Aset berdasarkan data dan kutipan resmi dari para pengambil kebijakan.

1. DPR Fokus Tuntaskan Revisi KUHAP k

RUU Perampasan Aset masih menunggu pengesahan revisi KUHAP agar prosesnya memiliki kepastian hukum dan tidak bertentangan dengan norma hukum acara yang baru.

“Kalau perampasan aset langsung gas (usai KUHAP beres),” kata Wakil Ketua DPR Adies Kadir di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa, 27 Mei 2025.

Baca juga: DPR Tepis Terjadi Tarik Ulur Pembahasan RUU Perampasan Aset

2. Tidak Ada Tarik Ulur, Tapi Menunggu Payung Hukum KUHAP

Adies Kadir menepis isu tarik-menarik dalam pembahasan. Menurutnya, menunggu revisi KUHAP adalah langkah logis agar tidak ada revisi ulang akibat ketidaksesuaian norma.

“Ada dua yang antre tuh. Perampasan Aset sama Revisi UU Kepolisian. Jadi kita nunggu KUHAP dulu. Jangan sampai nanti kalau kita garap dulu, tiba-tiba nanti KUHAP-nya ada peraturan atau aturan-aturan lain yang dikeluarkan, tidak sesuai, berarti kan revisi lagi,” jelas Adies.

3. DPR Siap Rapat Saat Reses Demi Percepatan

Komisi III DPR tetap mengagendakan rapat pembahasan revisi KUHAP selama masa reses 28 Mei–24 Juni 2025, menunjukkan urgensi tinggi dari kedua RUU tersebut.

“Makanya KUHAP dikebut, minta izin rapat-rapat pada saat reses. Jadi itu supaya kebut. Ya kita izin biar kebut, karena dua undang-undangnya nunggu,” jelas Adies.

4. Presiden Prabowo Sudah Komunikasi dengan Ketua Umum Partai

Dari sisi eksekutif, RUU Perampasan Aset dipastikan mendapat dukungan penuh Presiden Prabowo. Dialog politik lintas partai tengah berlangsung untuk memastikan kelancaran.

“Presiden dalam hal ini sudah berkomunikasi dengan seluruh ketua-ketua umum partai politik,” ujar Supratman Andi Agtas, Rabu, 14 Mei 2025.

5. Produk Politik yang Butuh Konsolidasi Lintas Lembaga

Supratman menegaskan bahwa proses pembahasan membutuhkan jalur politik, bukan hanya teknis hukum. Peran DPR sangat vital dalam pengesahan RUU ini.

“Saya selalu sampaikan bahwa yang namanya produk undang-undang itu adalah produk politik,” kata Supratman.

6. Bisa Jadi Inisiatif DPR, Bukan Pemerintah

Agar proses bisa lebih cepat, ada opsi agar RUU ini diambil alih DPR sebagai inisiatif legislatif, bukan eksekutif.

“Apakah akan tetap menjadi inisiatif pemerintah atau kemungkinan untuk lebih cepatnya ini bisa menjadi inisiatif DPR,” ujar Supratman.

7. Koordinasi Pemerintah dan Baleg Sudah Dimulai

Pemerintah melalui Dirjen PP telah menjalin komunikasi dengan Badan Legislasi DPR untuk menyiapkan draf final dan mendesak masuk ke Prolegnas Prioritas.

“Dirjen PP telah berkoordinasi dengan Badan Legislasi DPR,” ucap Supratman.

8. RUU Harus Dilandasi Prinsip Moral dan KUHP Baru

Anggota Komisi III DPR Bambang Soesatyo (Bamsoet) mengingatkan pentingnya prinsip moral agar RUU ini tidak jadi alat penyalahgunaan kekuasaan. Ia menekankan bahwa KUHP baru harus jadi landasan hukum yang adil.

“Semangat dan kehendak menarik kembali atau merampas aset yang dikuasai para koruptor itu harus dilandasi prinsip moral yang kuat, agar tidak membuka peluang untuk terjadinya kejahatan baru oleh penyalahgunaan kekuasaan (abuse of power),” tulis Bamsoet yang dikutip dari laman resmi MPR RI, Rabu, 28 Mei 2025.

9. Potensi Abuse of Power Jika KUHP Lama Masih Berlaku

Bamsoet menyoroti KUHP lama yang rawan disalahgunakan dan belum memberikan perlindungan hukum maksimal, terutama pada proses perampasan aset.

“Sangat besar kemungkinan bahwa UU Perampasan Aset akan dijadikan alat untuk melakukan pemerasan oleh aparat penegak hukum, jika KUHP baru belum disahkan,” tulisnya lagi.

RUU Perampasan Aset kini berada di persimpangan politik dan hukum. DPR serius membahasnya, namun revisi KUHAP jadi batu loncatan utama. Dukungan presiden dan komunikasi antar partai telah dilakukan, namun kekhawatiran soal penyalahgunaan kekuasaan tetap mengemuka. Yang jelas, dorongan publik untuk memulihkan aset negara tak boleh dikesampingkan.

Jangan lupa ikuti update berita lainnya dan follow  akun
Google News Metrotvnews.com
Viral!, 18 Kampus ternama memberikan beasiswa full sampai lulus untuk S1 dan S2 di Beasiswa OSC. Info lebih lengkap klik : osc.medcom.id
(M Rodhi Aulia)