Rupiah. Foto: Metrototvnews.com/Husen.
Husen Miftahudin • 9 September 2025 09:36
Jakarta: Nilai tukar (kurs) rupiah pada pembukaan perdagangan awal pekan ini mengalami pelemahan, setelah sentimen negatif dari pasar keuangan terhadap digantinya Sri Mulyani oleh Purbaya Yudhi Sadewa sebagai Menteri Keuangan (Menkeu).
Mengutip data Bloomberg, Selasa, 9 September 2025, rupiah hingga pukul 09.27 WIB berada di level Rp16.493 per USD. Mata uang Garuda turun sebanyak 183,5 poin atau setara 1,17 persen dari posisi Rp16.309,5 per USD pada penutupan perdagangan hari sebelumnya.
Sementara menukil data Yahoo Finance, rupiah pada waktu yang sama berada di level Rp16.435 per USD. Analis pasar uang Ibrahim Assuaibi memprediksi rupiah pada hari ini akan menguat.
"Untuk perdagangan hari ini, mata uang rupiah fluktuatif namun ditutup menguat di rentang Rp16.250 per USD hingga Rp16.310 per USD," jelas Ibrahim.
Fed diyakini bakal pangkas suku bunga
Ibrahim mengungkapkan, pergerakan nilai tukar rupiah pada hari ini lebih banyak dipengaruhi oleh laporan ketenagakerjaan AS terbaru menunjukkan perlambatan pertumbuhan lapangan kerja yang signifikan dan kenaikan tingkat pengangguran menjadi 4,3 persen.
"Kondisi ini memperkuat sentimen The Fed akan memangkas suku bunga sebesar 25 basis poin pada pertemuan September, dengan peluang tipis untuk penurunan yang lebih substansial sebesar 50 basis poin," papar Ibrahim.
Para pengamat pasar selanjutnya akan memperhatikan angka Indeks Harga Konsumen (IHK) AS yang akan dirilis pada Kamis. Jika proses desinflasi berkembang, hal ini akan memperkuat argumen untuk penurunan
suku bunga pada pertemuan The Fed 16-17 September.
Kemudian di sisi lain, lanjut dia, Rusia melancarkan serangan udara terbesarnya dalam perang melawan Ukraina, membakar gedung pemerintahan utama di pusat kota Kyiv dan menewaskan sedikitnya empat orang, kata pejabat Ukraina pada Minggu.
Presiden AS Donald Trump mengatakan para pemimpin Eropa akan mengunjungi Amerika Serikat pada Senin dan Selasa untuk membahas cara menyelesaikan perang Rusia-Ukraina.
Selain itu, rilis data neraca perdagangan tumbuh sedikit lebih tinggi dari yang diperkirakan pada Agustus. Namun, pertumbuhan ekspor melambat tajam dan meleset dari ekspektasi, menandakan melemahnya permintaan luar negeri di tengah kondisi ekonomi yang menurun di pasar-pasar terbesar negara tersebut.
Tarif perdagangan AS terhadap Tiongkok juga tetap relatif tinggi, yang pada gilirannya menekan permintaan ekspor. Impor Tiongkok juga tumbuh jauh lebih lambat dari perkiraan, menandakan lemahnya permintaan domestik.
(Ilustrasi kurs rupiah terhadap dolar AS. Foto: MI/Susanto)
Cadangan devisa RI turun jadi USD150,7 miliar
Di sisi lain, Bank Indonesia (BI) mencatat cadangan devisa mencapai USD150,7 miliar per akhir Agustus 2025. Cadangan devisa tersebut menurun USD1,3 miliar atau Rp21,3 triliun dari bulan sebelumnya sebesar USD152,0 miliar.
Penurunan tersebut terjadi karena pembayaran utang luar negeri pemerintah dan kebijakan stabilisasi nilai tukar rupiah bank sentral dalam menghadapi ketidakpastian pasar keuangan global yang tetap tinggi.
Posisi cadangan devisa pada akhir Agustus 2025 setara dengan pembiayaan 6,3 bulan impor atau 6,1 bulan impor dan pembayaran utang luar negeri pemerintah, serta berada di atas standar kecukupan internasional sekitar tiga bulan impor.
BI menilai cadangan devisa tersebut mampu mendukung ketahanan sektor eksternal serta menjaga stabilitas makroekonomi dan sistem keuangan.
"Oleh sebab itu, cadangan devisa sebesar USD150,7 miliar itu diyakini memadai untuk mendukung ketahanan sektor eksternal sejalan dengan tetap terjaganya prospek ekspor, neraca transaksi modal, dan finansial yang diprakirakan tetap mencatatkan surplus," ungkap Ibrahim.