Ilustrasi Kompleks Parlemen. Foto: Medcom/Githa Farahdina.
Jakarta: Indonesia Corruption Watch (ICW) meminta Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD) DPR menegur anggota Komisi II DPR RI dari Fraksi PDI Perjuangan Hugua usai menyarankan politik uang dilegalkan. Pernyataan itu dinilai tidak pantas dicetuskan wakil rakyat.
“Tentu kami berharap MKD bisa menegur orang tersebut karena mengeluarkan pernyataan yang justru kontraproduktif dengan kerja-kerja DPR, maupun pemberantasan korupsi secara umum,” kata Peneliti dari ICW Kurnia Ramadhana di Kantor ICW, Jakarta Selatan, Minggu, 19 Mei 2024.
Selain MKD, fraksi PDI Perjuangan juga diminta menegur Hugua. Kinerjanya diharap dievaluasi usai meminta politik uang dilegalkan saat banyak pihak mencoba memberantas paham tersebut.
“Ketua fraksi partai politik anggota DPR tersebut atau mungkin DPP Partai politik itu harus menegur dan mengevaluasi kerja dari yang bersangkutan, bahwa saat ini upaya penegakan hukum terhadap politik uang ada problem di sana ,benar dan kami aminkan itu,” tegas Kurnia.
Kurnia menegaskan permintaan itu tidak bisa dibenarkan dengan alasan apapun. ICW meyakini politik uang hanya merusak proses demokrasi di Indonesia.
“Salah satu esensi dari gelaran pemilihan umum baik legislatif, kepala daerah maupun pilpres itu adalah aspek integritas, tentu di dalam nilai integritas tersebut mesti dipastikan lapangan dari pemilihan umum interaksi antara calon kandidat politik dan masyarakat bisa terbebas dari politik uang,” ucap Kurnia.
Komisi Pemberantasan Korupsi (
KPK) menentang rencana melegalkan money politik. Praktik uang panas itu dinilai penyakit dalam proses demokrasi di Indonesia.
“Ini kan money politik yang kemudian itulah yang menjadi penyakitnya, menggerogoti demokrasi kita dan itu juga tidak ada aspek pembelajarannya kepada masyarakat ketika kemudian harus memilih calon pemimpinnya yang benar-benar sesuai dengan apa yang akan dia perjuangkan, gitu kan,” kata juru bicara bidang penindakan KPK Ali Fikri di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan, Rabu, 15 Mei 2024.
Kepala Bagian Pemberitaan KPK itu menjelaskan usulan pelegalan money polic bertolak belakang dengan program hajar serangan fajar buatan Lembaga Antirasuah. Selain itu, praktik uang panas itu juga bisa menjadi faktor utama korupsi jika calonnya sudah menjabat.
“Ketika dia menjabat, katakan lah Rp30 miliar sampai Rp50 miliar menjadi Kepala Daerah, ketika menjabat nantinya dia harus mengembalikan modal, dan mengembalikan modal inilah yang menjadi pemicu untuk dia melakukan tindakan korupsif selama dia memiliki kewenangan dalam jabatannya selaku kepala daerah,” ujar Ali.