MK Disebut Bertranformasi Jadi Lembaga Ketiga Perumus UU

Anggota Komisi II DPR Muhammad Khozin/Metro TV/Fachri

MK Disebut Bertranformasi Jadi Lembaga Ketiga Perumus UU

Fachri Audhia Hafiez • 4 July 2025 23:12

Jakarta: Anggota Komisi II DPR Muhammad Khozin menilai Mahkamah Konstitusi (MK) telah bertransformasi usai memutuskan pemilu terpisah. Khozin mengatakan MK tidak sekadar menjadi penguji dan penafsir konstitusi, tetapi juga menjadi lembaga ketiga pembentuk undang-undang (UU) setelah pemerintah dan DPR.

"MK mempunyai peran sebagai negative legislator, bukan positive legislator. Pertanyaannya kemudian ketika MK dengan dalih menjaga agar konstitusi tetap adaptif dengan dinamika jaman (living constitution). Lalu, bisa bertransformasi sebagai lembaga ketiga setelah presiden dan DPR menjadi perumus undang-undang?” kata Khozin saat diskusi Fraksi PKB bertajuk Proyeksi Desain Pemilu Pascaputusan MK di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Jumat, 4 Juli 2025.

Khozin mengingatkan harus ada penegasan bersama terkait fungsi dan peran MK. Menurut dia, jangan sampai MK dengan berbagai putusan kontroversialnya menjadi ruang para pihak untuk menjadi jalan pintas menolak setiap produk perundangan.
 

Baca: Legislator Ingatkan Pelaksanaan Pemilu Terpisah tak Menabrak Konstitusi

“Pembentukan produk perundangan ini kan high cost secara biaya, high cost secara tenaga, high cost secara waktu dan sebagainya. Nah jangan sampai hal ini tidak ada kepastian hukum,” ujar dia.

Dia menambahkan pemerintah tidak bisa langsung melaksanakan putusan MK mengenai pemisahan pemilu. Karena khawatir putusan MK dalam menjaga konstitusi justru memicu inkonsitusionalitas.

"Secara implementasi, putusan ini tidak secara otomatis bisa dilaksanakan dalam hal ini oleh pemerintah karena berimplikasi terhadap beberapa norma. Terutama yang sering kita pahami di dalam Pasal 22E ayat 1 maupun ayat 2 dan Pasal 18 ayat 3, dan itu sudah jelas di sana tertulis bahwa pelaksanaan pemilu itu dilaksanakan 5 tahun sekali," ujar Khozin.

MK memutuskan mulai 2029, keserentakan penyelenggaraan pemilihan umum yang konstitusional adalah dengan memisahkan penyelenggaraan pemilihan umum anggota DPR, anggota DPD, dan presiden/wakil presiden (Pemilu nasional) dengan penyelenggaraan pemilihan umum anggota DPRD provinsi/kabupaten/kota serta gubernur/wakil gubernur, bupati/wakil bupati, dan wali kota/wakil wali kota (Pemilu daerah atau lokal). Hal itu termuat dalam putusan 135/PUU-XXII/2024.

Sehingga, pemilu serentak yang selama ini dikenal sebagai 'pemilu lima kotak' tidak lagi berlaku.

Jangan lupa ikuti update berita lainnya dan follow  akun
Google News Metrotvnews.com


(M Sholahadhin Azhar)