Dewan Redaksi Media Group Ade Alawi. Foto: MI/Ebet.
Media Indonesia • 30 January 2024 05:58
KEINGINAN luhur bangsa ini agar Pemilu 2024 berkualitas, penuh riang gembira, dan mampu mengonsolidasi demokrasi yang bermartabat masih jauh panggang dari api. Penyebabnya ialah elite politik yang memaksakan kehendak dengan mengangkangi hukum dan etika.
Seperti petuah orang tua, awal yang buruk akan berakhir buruk. Pasalnya, keburukan di awal akan ditutupi keburukan-keburukan berikutnya. Hal itu terjadi karena keburukan ialah sebuah tabiat.
Alhasil, tabiat yang buruk akan terwujud dalam praksis politik machevellian, politik yang menghalalkan segala cara untuk mencapai tujuan, seperti tertuang dalam Prince (1512), karya Nichollo Machiavelli. Sang Raja, kata Machiavelli, memiliki kewenangan untuk mempertahankan singgasana, tanpa melibatkan moral dan etika politik.
Menjelang pesta demokrasi 14 Februari, langit mendung menggelayuti republik ini. Periode pertama berkuasa, Presiden Joko Widodo ialah tokoh yang dicintai masyarakat. Hingga di ujung jabatan periode pertama, Jokowi-JK masih berada di hati rakyat.
Para periode kedua, Jokowi menggandeng KH Ma'ruf Amin, Ketua Dewan Pertimbangan MUI. Hasilnya, perolehan suara Jokowi-Ma'ruf mencapai 85.607.362 (55,50%), sedangkan suara Prabowo-Sandi sebanyak 68.650.239 (44,50%). Selisih suara kedua pasangan sebanyak 16.957.123 (11%).
Pada periode kedua alih-alih menjadikan rivalnya, Prabowo, tetap sebagai oposisi, mantan Wali Kota Surakarta itu malah merangkulnya sebagai menteri pertahanan. Gayung bersambut, Prabowo menerima dengan sukacita. Para pendukung mantan Danjen Kopassus itu pun kecele.
Jurus Jokowi merangkul Prabowo tak sekadar 'menjaga persatuan', tetapi juga kemudian menjadikannya berpasangan dengan anak sulungnya yang masih menjabat Wali Kota Surakarta, Gibran Rakabuming Raka.
Kegaduhan pada tahun politik tidak saja disebabkan duet Prabowo-Gibran yang 'dibantu' putusan Mahkamah Konstitusi, tetapi juga sebelumnya soal perpanjangan masa jabatan Presiden Jokowi. Namun, sejumlah pihak menolak gagasan tersebut karena inkonstitusional.
Di tengah silang pendapat wacana perpanjangan jabatan Jokowi, sejumlah pihak berada di garis depan menyokong wacana perpanjangan masa jabatan presiden (tiga periode), yakni Asosiasi Pemerintah Desa Seluruh Indonesia yang menggelar deklarasi dukungan terhadap wacana tersebut di Istora Senayan, Selasa (29/3/2022). Pendukung berikutnya Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan dan Menteri Investasi Bahlil Lahadalia.
| Baca juga: Bedah Editorial MI: Presiden Jokowi, Dewasalah |