Ketua nonaktif KPK Firli Bahuri. Foto: Medcom.id/Candra.
Siti Yona Hukmana • 2 January 2024 17:59
Jakarta: Pakar Hukum Pidana Universitas Al-Azhar Suparji Ahmad menjadi saksi meringankan tersangka Firli Bahuri dalam kasus dugaan penerimaan gratifikasi, suap dan pemerasan mantan Menteri Pertanian (Mentan) Syahrul Yasin Limpo (SYL). Suparji menyebut ada lima pertimbangannya berkenan menjadi saksi meringankan mantan Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) itu.
"Pertama, bahwa salah satu ketentuan yamg diatur dalam KUHAP seorang tersangka itu berhak menghadirkan saksi maupun ahli yang meringankan. Itu adalah hak yang dilindungi dan dijamin oleh undang-undang. Maka harus dipenuhi, karena itu haknya," kata Suparji kepada Medcom.id, Selasa, 2 Januari 2023.
Kemudian, kedua hukum di Indonesia mengedepankan asas praduga tidak bersalah sampai putusan inkrah. Oleh karena itu, kata Suparji, tersangka perlu mendapatkan haknya baik keterangan dari saksi fakta dan ahli yang meringankan.
"Karena posisinya belum bersalah," ujar Suparji.
Pertimbangan ketiga, Suparji menyebut ahli itu menyampaikan keterangan berdasarkan keilmuan dan pengetahuan, bukan berdasarkan fakta. Jadi, yang ia sampaikan kepada penyidik adalan teori-teori, tidak masuk pada benar atau salahnya perkara.
"Tapi lebih pada konteks memberikan keterangan berdasarkan pengetahuan dan keilmuan," ucapnya.
Keempat, Suparji memandang dari sisi keilmuan atau sisi pengetahuan yang ia miliki tidak ada bukti-bukti materil yang memenuhi unsur pemerasan, gratifikasi, dan penyuapan. Menurut dia, dalam ketiga unsur itu harus ada sosok yang diperas, dan pemberi gratifikasi.
"Siapa itu kan enggak ada bukti nyata kan gitu. Misalnya SYL atau mantan Manteri Pertanian itu kan sejauh ini tidak memberikan keterangan ini lo saya disuap tanggal ini di sini gitu kan. Itu lo saya diperas di sini di tanggal ini gitu lo. Belum ada bukti materil seperti itu gitu lo," tuturnya.
Kelima, Suparji melihat alat bukti baik penukaran valas dan foto juga tidak menunjukkan ada pemerasan. Foto pertemuan SYL dan Firli Bahuri di Lapangan Badminton, GOR Tangki, Taman Sari, Jakarta Barat disebut juga disaksikan orang lain.
"Kemudian SYL sendiri yang datang tidak ada bukti diperas. Kalau diperas masa mau sih orang diperas datang atau dengan penukaran valas pun kita lihat tempusnya kapan valas ditukar gitu lo, apakah setelah peristiwa pidana yang diduga pemerasan atau suap, ternyata jauh-jauh hari. Itu data dari penukaran valas," bebernya.
Suparji telah memberikan keterangan sebagai saksi meringankan kepada penyidik Polda Metro Jaya beberapa waktu lalu. Suparji menyebut penyidik akan mempertimbangkan keterangan berdasarkan pengetahuan dan keilmuan yang telah ia sampaikan.
"Mana keterangan yang paling valid, yang paling objektif, yang paling presisi," ucapnya.
Selain Suparji, Firli juga mengajukan mantan Anggota Komnas HAM Natalius Pigai, advokat dan akademisi di bidang hukum tata negara serta politikus Yusril Ihza Mahendra, dan akademisi atau guru besar di bidang Ilmu Hukum khususnya Hukum Internasional di Universitas Padjadjaran Romli Atmasasmita, sebagai saksi meringankan. Natalius juga telah diperiksa.
Sementara itu, Romli dan Yusril baru akan dijadwalkan. Yusril bersedia diperiksa sebagai saksi meringankan. Sedangkan, Romli tidak berkenan. Romli hanya ingin diperiksa sebagai ahli bukan saksi meringankan.
Firli ditetapkan tersangka kasus dugaan pemerasan atas dugaan tindak pidana korupsi berupa pemerasan atau penerimaan gratifikasi atau penerimaan hadiah atau janji oleh pegawai negeri terkait penanganan permasalahan hukum di Kementerian Pertanian (Kementan) Tahun 2020-2023. Namun, nilai uang pemerasan dalam kasus ini belum dibeberkan jelas oleh polisi.
Meski demikian, terungkap dalam sidang praperadilan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, bahwa terjadi lima kali pertemuan dan empat kali penyerahan uang kepada Firli. Dengan total senilai Rp3,8 miliar.
Firli dijerat Pasal 12 huruf e atau Pasal 12 huruf B, atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang perubahan atas Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 65 KUHP. Dengan ancaman hukuman penjara seumur hidup.