Lahan di Rorotan yang Dikorupsi Disiapkan untuk Bank Tanah

Komisi Pemberantasan Korupsi. Metrotvnews.com/Fachri Audhia Hafiez.

Lahan di Rorotan yang Dikorupsi Disiapkan untuk Bank Tanah

Candra Yuri Nuralam • 20 September 2024 16:48

Jakarta: Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengungkapkan peruntukan lahan di Rorotan, Jakarta Utara, yang diduga dikorupsi. Tanah itu dibeli untuk memastikan kebutuhan lahan dalam proyek yang kemungkinan ada di masa depan.

"Bahwa (Perumda) Sarana Jaya ini (punya tugas) adalah salah satunya ditugaskan untuk menyediakan atau menjadi bank tanah atau land bank ya," kata Direktur Penyidikan KPK Asep Guntur Rahayu di Jakarta, Jumat, 20 September 2024.

Asep menjelaskan bank tanah merupakan investasi yang disiapkan Pemerintah Provinsi Jakarta untuk kebutuhan program kepala daerah. Keputusan itu dibuat untuk menyegah kurangnya lahan saat pemerintah setempat mau melakukan pembangunan.

“Dari dinas-dinas di provinsi nanti mungkin bikin apa, sarana apa, sarana apa, atau ada program apa. Termasuk tadi juga ada program rumah DP 0 persen, ada rumah susun dan lain-lain, mau bikin rumah sakit dan lain -lain lah. Pokoknya fasilitas umum, nah tentu harus ada tanahnya,” ucap Asep.

Pembelian lahan yang dilakukan Perumda Sarana Jaya di Rorotan sejatinya baik. Namun, dibarengi dengan tindakan korupsi berupa penggelembungan harga.

Permainan kotor itu dalam pembelian lahan disayangkan oleh KPK. Apalagi, kata Asep, tanah di Jakarta tidak banyak. "Di Jakarta adalah salah satu daerah yang susah untuk mendapatkan tanah," ujar Asep.
 

Baca juga: Pimpinan Baru KPK Harus Punya Target Indeks Persepsi Antikorupsi Kembali Naik ke 40

KPK menetapkan lima tersangka dalam kasus ini yakni, Direktur Utama Perumda Pembangunan Sarana Jaya Yoory Corneles Pinontoan, Direktur Pengembangan Perumda Pembangunan Sarana Jaya Indra S Arharrys, Direktur Utama PT Totalindo Eka Persada Donald Sihombing, Komisaris Totalindo Eka Persada Saut Irianto Rajagukguk, dan Direktur Keuangan Totalindo Eka Persada Eko Wardoyo.

Kasus ini bermula ketika Perumda Pembangunan Sarana Jaya ingin berinvestasi soal pengadaan lahan pada 2019 sampai 2021. Saat itu, PT Totalindo Eka Persada menawarkan lahan kepada perusahaan pelat merah tersebut.

Tanah yang ditawarkan seluas 11,7 hektare. Harga yang dibuka yakni Rp3,2 juta per meter persegi.

Kesepakatan awal yakni lahan mau dibeli Perumda Sarana Jaya dengan harga Rp3 juta per meter per segi. Harga itu disepakati tanpa melakukan kajian internal lebih dulu.

Penawaran itu tidak mengartikan Perumda Sarana Jaya membeli lahan dengan harga lebih murah. Sebab, kata Asep, harga lahan sekitaran lokasi hanya Rp2 juta per meter persegi.

Ketidaknormalan harga itu sudah diketahui Yoory. Tapi, kata Asep, dia malah meminta data dari KJPP diabaikan.

Total, Perumda Sarana Jaya menyepakati Rp371,5 miliar untuk pembelian lahan dengan PT Totalindo Eka Persada. Padahal, lahan itu sejatinya milik PT Nusa Kirana Real Estate.

Negara ditaksir merugi Rp223,8 miliar atas permainan kotor itu. Data itu didapatkan dari laporan investasi dan pengadaan tanah oleh Perumda Pembangunan Sarana Jaya.

Dalam kasus ini, para tersangka disangkakan melanggar Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUH Pidana.

Jangan lupa ikuti update berita lainnya dan follow  akun
Google News Metrotvnews.com


(Arga Sumantri)