Angka Golput Pilkada Tinggi, Sistem Pemilu Serentak Bakal Dievaluasi

Ilustrasi. Medcom.id.

Angka Golput Pilkada Tinggi, Sistem Pemilu Serentak Bakal Dievaluasi

Devi Harahap • 3 December 2024 22:17

Jakarta: Wakil Ketua Komisi II DPR Dede Yusuf menyebut lembaga wakil rakyat bersama pemerintah dan penyelenggara berencana mengevaluasi sistem pemilu serentak. Langkah ini diambil menyusul tingginya angka golput dalam gelaran Pilkada Serentak 2024. 

"Mungkin bisa kami lakukan ke depan perubahan dengan beda tahun, misalnya," kata Dede Yusuf dalam keterangannya, Selasa, 3 Desember 2024. 

Ia mengatakan pemberian jeda pemilu dan pilkada menjadi salah satu pertimbangan dalam wacana merevisi Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang pemilu. Dede menyebut keserentakan pemilu juga bukan hal mudah bagi partai politik.

"Saya rasa pasti dipertimbangkan (pemberian jeda) karena tentu kawan-kawan juga memahami ya, setiap partai itu melewati sebuah proses pemilu dan pilpres yang tidak mudah," ungkapnya. 

Dede menuturkan jadwal pelaksanaan pileg, pilpres, dan pilkada yang terlalu berdekatan diduga menjadi salah satu faktor kelelahan dan kepenatan bagi pemilih, sehingga berdampak pada tingginya angka golput. Menurutnya, pemisahan tahun antara pemilu dan pilkada bisa menjadi solusi untuk mengatasi permasalahan tersebut.
 

Baca juga: Kotak Kosong Menang di Beberapa Daerah, Bawaslu Segera Bahas Aturan Pilkada Ulang

Politikus Partai Demokrat itu juga menduga ada faktor lain yang membuat pilkada terkesan kurang menarik bagi pemilih. Misalnya, daya tarik calon yang berkontestasi di pilkada. 

"Kalau kita lihat bahwa dari sekarang jumlah pesertanya tidak maksimal, itu menandakan mungkin calon-calonnya bukan calon yang menarik buat para pemilih," kata Dede.

Sementara itu, pengamat politik Arfianto Purbolaksono mengatakan peningkatan jumlah daerah yang melaksanakan pilkada dengan calon tunggal juga perlu menjadi perhatian khusus. Ia menilai poin ini juga harus masuk dalam poin revisi UU Pemilu. 

"Revisi aturan pilkada diperlukan untuk memastikan bahwa demokrasi lokal berjalan dengan baik, bukan hanya menjadi ritual belaka," ujar Arfianto.

Manajer Riset dan Program The Indonesian Institute Center for Public Policy Research (TII) itu menyebutkan revisi aturan pilkada dapat dilakukan melalui omnibus law politik yang meliputi Undang-Undang Pilkada, Undang-Undang Pemilu, dan Undang-Undang Partai Politik. Namun, dia mengingatkan agar revisi tersebut bukan sebatas kepentingan partai politik, melainkan untuk penyelenggara dan pemilih.

"Misalnya, isu pembenahan proses rekrutmen partai politik; penggunaan media sosial dalam kampanye; afirmasi pemuda, perempuan, dan penyandang disabilitas dalam pemilu; biaya kampanye; laporan pelanggaran kampanye; pengawasan partisipatif; dan lain-lain," kata Arfianto.

Jangan lupa ikuti update berita lainnya dan follow  akun
Google News Metrotvnews.com


(Arga Sumantri)