Dewas KPK Dinilai seperti Macan Ompong

Gedung Merah Putih KPK. Foto: Medcom.id/Candra Yuri Nuralam.

Dewas KPK Dinilai seperti Macan Ompong

Fachri Audhia Hafiez • 5 June 2024 15:16

Jakarta: Anggota Komisi III DPR RI Benny K Herman mengkritik kinerja Dewan Pengawas Komisi Pemberantasan Korupsi (Dewas KPK). Lembaga pengawas KPK itu dinilai kurang bertaji.

"Saya bilang Dewas ini seperti macan ompong," kata Benny dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) di Komisi III DPR, Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu, 5 Juni 2024.

Benny mengaku tidak mendapatkan gambaran dan laporan jelas dari Dewas mengenai pelaksanaan pengawasan terhadap pimpinan KPK. Dia mencontohkan pemantauan Dewas KPK perihal wewenang pimpinan melakukan supervisi dan koordinasi.

"Misalnya memantau wewenang pimpinan KPK untuk melakukan supervisi dan koordinasi. Sebab, saya melihat ketika tidak ada dewas dulu, tugas wewenang KPK yang satu ini tidak jalan. Tapi setelah ada Dewas pun tambah tidak jalan," ujar Benny.

Politikus Partai Demokrat itu juga menyinggung soal aturan wewenang Dewas yang memang tidak diatur dalam Undang-Undang KPK. Namun, terhadap situasi saat ini kehadiran Ketua Dewas KPK Tumpak Hatorangan Panggabean di Dewas juga dinilai tak segarang ketika menjadi pimpinan KPK.

"Kelihatannya Pak Tumpak yang dulu sangat ditakuti ketika pimpinan KPK, setelah jadi Dewas menjadi Pak Tumpak yang lemah lunglai," ucap Benny.
 

Baca juga: 2 Tahun Terakhir, Dewas Mengaku Sulit Mengakses Data ke KPK

Benny menilai pelanggaran hukum tindak pidana korupsi yang dilakukan pimpinan KPK oleh Dewas direduksi menjadi pelanggaran kode etik. Sementara, kondisi itu berbeda ketika KPK memproses kasus pidana yang melibatkan masyarakat.

"Coba bayangkan ada pimpinan KPK yang begitu saja berhenti tanpa pertanggungjawaban. Ada kan Pak? Enggak jelas. Hilang ke mana publik enggak tahu. Lalu Dewas ke mana? Dewas bikin apa? Bingung. Masuk akal kalau disimpulkan, kehadiran Dewas itu bukan memperkuat KPK, tapi memperlemah KPK," ujar Benny.

Tumpak membantah pernyataan Benny tersebut. Dia menekankan tak pernah mereduksi pelanggaran pidana pimpinan menjadi pelanggaran etik. Justru, lanjut dia, tindak pidananya diserahkan ke penyelidik.

"Saya rasa tidak begitu, dari dulu kalau sudah merupakan tindak pidana korupsi kami serahkan kepada penyelidik. Tapi etiknya kami sidangkan," ujar Tumpak.

Jangan lupa ikuti update berita lainnya dan follow  akun
Google News Metrotvnews.com


(Arga Sumantri)