Jakarta: Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta Pusat menggelar sidang perdana Hakim Agung nonaktif Gazalba Saleh. Gazalba didakwa menerima gratifikasi terkait penanganan kasasi di Mahkamah Agung (MA).
“Telah melakukan atau turut serta melakukan perbuatan, menerima gratifikasi yaitu menerima uang sejumlah Rp650 juta,” kata jaksa penuntut umum (JPU) pada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) saat membacakan dakwaan di Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Senin, 6 Mei 2024.
Uang yang diterima Gazalba berasal dari Pemilik UD Logam Jaya Jawahirul Fuad. Duit tersebut diyakini memengaruhi tugas dan kewajiban Gazalba sebagai Hakim Agung.
Jawahirul merupakan pihak berperkara yang mengurus kasasi terkait pengelolaan limbah B3 tanpa izin. Jawahirul divonis penjara selama satu tahun dalam pengadilan tahap pertama dan kedua.
Jawahirul memberi gratifikasi kepada Gazalba usai meminta bantuan Kepala Desa Kedulongsari Mohammad Hani untuk dia carikan jalur pengurusan kasasi di MA. Keduanya menemui pemuka agama Agoes Ali Masyhuri menceritakan masalah hukum itu.
“Atas penyampaian tersebut, Agoes Ali Masyhuri menghubungi Ahmad Riyad dengan menyampaikan permasalahan dari Jawahirul Fuad yang kemudian Ahmad Riyad meminta Jawahirul Fuad dan Mohammad Hani untuk datang ke kantornya,” ujar jaksa.
Setelah bertemu, Ahmad mengecek kasus Jawahirul di sistem penelusuran perkara (SIPP). Tercatat, majelis hakim kasasinya yakni Desnayeti, Yohanes Priyatna, dan Gazalba Saleh.
Ahmad yang mengetahui Gazalba menjadi pengadilnya, langsung meminta Jawahirul menyediakan uang Rp500 juta. Duit itu lantas diserahkan di kantornya di Surabaya pada Juli 2022.
Ahmad kemudian bertemu dengan Gazalba di Sheraton Surabaya Hotel and Towers untuk menjelaskan kemauan Jawahirul pada 30 Juli 2022. Hakim agung itu diminta memberikan putusan bebas dan dijanjikan uang.
Uang itu akhirnya memengaruhi perkara. Jawahirul divonis bebas dari tuntutan pada 6 September 2022.
“Putusan mengabulkan permohonan kasasi da ri pemohon kasasi II atau Jawahirul Fuad yang pada pokoknya Jawahirul Fuad dinyatakan bebas atau dakwaan dinyatakan tidak terbukti,” ujar jaksa.
Karena putusan sesuai keinginan Jawahirul, Ahmad menyerahkan uang SGD18 ribu ke Gazalba pada September 2022. Dana itu merupakan sebagian dari Rp500 juta yang sudah dijanjikan.
Beberapa hari setelahnya, Ahmad meminta Jawahirul menambahkan Rp150 juta sebagai tambahan. Jika ditotal, dana yang diberikan yakni Rp650 juta.
“Terdakwa (Gazalba) menerima bagian sejumlah SGD18 ribu atau setara dengan Rp200 juta, sedangkan sisanya sejumlah Rp450 juta merupakan bagian yang diterima oleh Ahmad Riyad,” ucap jaksa.
Atas kelakuannya, Gazalba disangkakan melanggar Pasal 12 B jo Pasal 18 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) Ke-1 KUHP.