Bareskrim Polri Gandeng PPATK Usut Aliran Dana Pelaku TPPO Myanmar

Direktur Tindak Pidana Perlindungan Perempuan dan Anak dan Pemberantasan Perdagangan Orang (PPA-PPO Bareskrim Polri Brigjen Nurul Azizah. Metrotvnews.com/Siti Yona

Bareskrim Polri Gandeng PPATK Usut Aliran Dana Pelaku TPPO Myanmar

Siti Yona Hukmana • 14 July 2025 16:08

Jakarta: Direktorat Tindak Pidana Perlindungan Perempuan dan Anak dan Pemberantasan Perdagangan Orang (PPA-PPO) Bareskrim Polri terus mengusut kasus TPPO ke Myanmar. Salah satunya menelusuri aliran dana.

"Kepolisian juga tengah bekerja sama dengan PPATK untuk menelusuri aliran transaksi keuangan yang melibatkan para tersangka guna mengungkap aktor intelektual di balik jaringan ini," kata Direktur PPA-PPO Bareskrim Polri Brigjen Nurul Azizah dalam keterangannya, Senin, 14 Juli 2025.

Nurul menyebut Polri juga bekerja sama dengan Kementerian Luar Negeri dan Divisi Hubungan Internasional (Div Hubinter) Polri untuk membongkar jaringan di luar negeri.

"Kasus ini adalah bukti nyata bagaimana para pelaku TPPO terus mencari cara untuk mengeksploitasi korban dengan berbagai modus baru," ungkap jenderal polisi wanita (polwan) bintang satu itu.

Masyarakat diingatkan untuk tidak mudah tergiur dengan iming-iming pekerjaan bergaji tinggi. Terutama, dari pihak yang tidak jelas legalitasnya.
 

Baca Juga: 

Polri Bongkar TPPO Modus Admin Kripto di Myanmar, 2 Tersangka Ditangkap


Bareskrim Polri membongkar kasus ini dengan modus perekrutan pekerja migran ilegal ke Uni Emirat Arab. Namun, nyatanya dikirim ke Myanmar dan dipekerjakan sebagai admin kripto.

Kasus ini terungkap berawal dari proses repatriasi Warga Negara Indonesia (WNI) dari Myanmar pada Maret 2025. Dari hasil penyelidikan, diketahui bahwa korban awalnya direkrut oleh pelaku dengan janji pekerjaan di Uni Emirat Arab, namun kemudian dialihkan ke Thailand dan akhirnya dibawa ke wilayah Myawaddy, Myanmar.

"Korban dijanjikan bekerja sebagai admin kripto dengan gaji 26.000 Baht per bulan. Namun kenyataannya, pekerjaan serta upah yang diterima tidak sesuai, dan korban justru mengalami eksploitasi," kata Nurul.

Nurul menyebut para pelaku memfasilitasi seluruh proses, mulai dari pembuatan paspor, interview melalui video call WhatsApp, hingga pembelian tiket pesawat dari Pangkal Pinang ke Bandara Soekarno-Hatta, Jakarta. Bahkan akomodasi hingga ke Myanmar juga ditanggung oleh jaringan pelaku.

Tim Kepolisian gabungan dengan stakeholder terkait berhasil menangkap dua pelaku dalam kasus ini. Pertama, tersangka HR diringkus di Jakarta pada 20 Maret 2025.

HR berperan aktif dalam proses perekrutan dan pengiriman korban ke luar negeri. Selain itu, ada tersangka IR yang masuk Daftar Pencarian Orang (DPO) sejak 24 Juni 2025.

IR berperan dalam pengaturan akomodasi, pemesanan tiket hingga pengantaran korban ke Myanmar. Surat DPO tersangka telah didistribusikan ke jajaran kewilayahan untuk dilakukan upaya paksa penangkapan.

Adapun, dalam kasus ini Polri menyita barang bukti berupa 6 buah paspor, 2 unit handphone, 2 bundel rekening koran, 1 unit laptop, dan 3 bundel manifes penumpang. Kemudian, terhadap tersangka HR dilimpahkan ke Kejaksaan Negeri Bangka, Provinsi Bangka Belitung hari ini Senin, 14 Juli 2025 untuk proses hukum lebih lanjut.

Para tersangka dijerat Pasal 4 Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2007 tentang Pemberantasan TPPO. Dengan ancaman hukuman maksimal 15 tahun penjara dan denda hingga Rp600 juta. Kemudian, Pasal 81 Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2017 tentang Pelindungan Pekerja Migran Indonesia, serta Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

Jangan lupa ikuti update berita lainnya dan follow  akun
Google News Metrotvnews.com


(Achmad Zulfikar Fazli)