NasDem: Putusan MK Terkait Pemilu Bisa Picu Ketidakpercayaan Publik terhadap Sistem Hukum

Anggota Majelis Tinggi Partai NasDem Lestari Moerdijat. Dok NasDem.

NasDem: Putusan MK Terkait Pemilu Bisa Picu Ketidakpercayaan Publik terhadap Sistem Hukum

Fachri Audhia Hafiez • 30 June 2025 21:53

Jakarta: Partai NasDem menilai putusan Mahkamah Konstitusi (MK) terkait pemisahan pemilu nasional dan daerah atau lokal berdampak pada ketidakpercayaan publik pada sistem hukum pemilu. Karena sistem yang berubah-ubah.

"Dari sini jelas menegaskan pentingnya kepastian hukum dan stabilitas dalam sistem hukum, dan putusan hakim yang tidak konsisten dan berubah-ubah dapat menyebabkan ketidakpastian dan ketidakpercayaan masyarakat terhadap sistem hukum, ini sebagai moralitas internal dari sistem hukum," kata Anggota Majelis Tinggi Partai NasDem Lestari Moerdijat (Rerie) di NasDem Tower, Jakarta Pusat, Senin malam, 30 Juni 2025.

Rerie mengatakan MK melanggar prinsip kepastian hukum, yakni prinsip hukum yang tidak mudah berubah. Dia menekankan bahwa putusan hakim mestinya konsisten.

Pasal 22 E Undang-Undang Dasar (UUD) 1945 telah menyebutkan bawah pemilu dilaksanakan dalam waktu lima tahun sekali. Aturan ini juga menjelaskan bahwa pemilu diselenggarakan untuk memilih anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), Dewan Perwakilan Daerah (DPD), Presiden dan Wakil Presiden, serta Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD).

Sementara, ada putusan MK nomor 135/PUU-XXII/2024 ini terdapat perubahan bahwa pemilu 2029 bisa terundur hingga 2031. Artinya, keputusan ini juga bisa menimbulkan tafsir baru bahwa putusan ini melanggar konstitusi.

"MK dalam kapasitas sebagai guardian of constitution tidak diberikan kewenangan untuk merubah norma dalam UUD. Sehingga putusan MK terkait pergeseran pemilihan kepala daerah dan DPRD melampaui masa pemilihan lima tahun adalah inkonstitusional bertentangan dengan pasal 22E UUD NRI 1945," ujar Rerie.
 

Baca juga: NasDem Tegaskan Putusan MK Soal Pemisahan Pemilu Melanggar UUD 1945

MK memutuskan mulai 2029, keserentakan penyelenggaraan pemilihan umum yang konstitusional adalah dengan memisahkan penyelenggaraan pemilihan umum anggota DPR, anggota DPD, dan presiden/wakil presiden (Pemilu nasional) dengan penyelenggaraan pemilihan umum anggota DPRD provinsi/kabupaten/kota serta gubernur/wakil gubernur, bupati/wakil bupati, dan wali kota/wakil wali kota (Pemilu daerah atau lokal). Hal itu termuat dalam putusan 135/PUU-XXII/2024.

Sehingga, pemilu serentak yang selama ini dikenal sebagai 'pemilu lima kotak' tidak lagi berlaku.

Jangan lupa ikuti update berita lainnya dan follow  akun
Google News Metrotvnews.com


(Arga Sumantri)