Ketua DPP Partai NasDem Taufik Basari. Medcom.id/Fachri Audhia Hafiez
Achmad Zulfikar Fazli • 6 July 2025 09:43
Jakarta: Anggota Komisi III DPR Taufik Basari (Tobas) menyebut Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) No. 135/PUU-XXII/2024 menimbulkan problem. Putusan ini soal pemisahan pemilihan umum (pemilu) nasional dan daerah atau lokal.
"Problem ini sangat krusial sehingga dapat mengarah pada krisis konstitusional dan constitutional deadlock. Alasannya adalah apabila putusan MK dilaksanakan akan melanggar konstitusi, namun bila tidak dilaksanakan juga akan melanggar konstitusi," ujar Tobas dalam Rapat Dengar Pendapat Umum Komisi III DPR, dilansir pada Minggu, 6 Juli 2025.
Dia menjelaskan pelaksanaan pemilu sudah sangat jelas diatur dalam Pasal 22E ayat (1) dan ayat (2) UUD NRI 1945. Pasal tersebut menyatakan pemilihan umum dilaksanakan secara langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil setiap lima tahun sekali, dan pemilihan umum diselenggarakan untuk memilih anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah Presiden dan Wakil Presiden dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah.
Kemudian, Pasal 18 ayat (3) dan ayat (4) UUD NRI 1945 berbunyi, pemerintahan provinsi, abupaten, dan kota memiliki Dewan Perwakilan Rakyat Daerah yang anggota-anggotanya dipilih melalui pemilihan umum. Gubernur, Bupati, dan Wali Kota masing-masing sebagai Kepala Pemerintah Provinsi, Kabupaten dan Kota dipilih secara demokratis.
Pasal 24C ayat (1) UUD NRI 1945 menyebutkan, Mahkamah Konstitusi berwenang mengadili pada tingkat pertama yang putusannya bersifat final untuk menguji undang-undang terhadap Undang-Undang Dasar, memutus sengketa kewenangan lembaga negara yang kewenangannya diberikan oleh Undang-Undang Dasar, memutus pembubaran partai politik, dan memutus perselisihan tentang hasil pemilihan umum.
"Apabila Putusan MK tersebut dilaksanakan oleh pembuat undang-undang, yakni DPR dan Presiden, maka akan melanggar Pasal 22E ayat (1) UUD NRI 1945, yakni dalam hal setelah lima tahun dari tahun 2024, yakni tahun 2029, Negara tidak melaksanakan perintah Konstitusi, yakni melaksanakan pemilu untuk memilih anggota DPRD setiap lima tahun sekali.
Dalam amar putusannya, MK menyatakan pemilu untuk memilih anggota DPRD dan Kepala Daerah dilaksanakan dalam waktu paling singkat 2 tahun atau paling lama 2 tahun 6 bulan sejak pelantikan anggota DPR dan anggota DPD atau sejak pelantikan Presiden/Wakil Presiden. Berdasarkan Pasal 22E ayat (2) UUD NRI 1945, pemilu yang dimaksud dilaksanakan setiap lima tahun adalah termasuk pemilihan anggota DPRD. Pada pasal 18 ayat (3) UUD NRI 1945 disebutkan DPRD anggota-anggotanya dipilih melalui pemilihan umum.
Melihat kondisi ini, kata Tobas, apabila putusan MK tidak dilaksanakan oleh pembuat undang-undang, yakni DPR dan Presiden, akan berpotensi melanggar Pasal 24C UUD NRI 1945 karena putusan atas pengujian undang-undang bersifat final.
"Oleh sebab itu, dengan posisi dilematis seperti ini dapat terjadi krisis konstitusional. DPR dan pemerintah dihadapkan pada jalan yang kedua-duanya melanggar konstitusi. Terhadap hal tersebut haruslah dicarikan jalan keluarnya yang tetap harus berada dalam koridor konstitusi," kata dia.
Baca Juga:
Surya Paloh Soal Putusan MK: Jika NasDem Diam, Bubarkan Saja |