KPK Protes Praperadilan Helmut Dikabulkan Hakim

Wakil Ketua KPK Alexander Marwata/Medcom.id/Candra

KPK Protes Praperadilan Helmut Dikabulkan Hakim

Candra Yuri Nuralam • 28 February 2024 07:34

Jakarta: Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyoroti praperadilan  tersangka Dirut PT Citra Lampia Mandiri Helmut Hermawan tidak sah. Majelis hakim dinilai tak melihat bukti yang dibeberkan KPK dan mengabaikan putusan terdahulu.

“Mungkin hakim yang menyidangkan praperadilan perkara ini tidak mengikuti putusan-putusan hakim praperadilan dalam perkara sebelumnya. Atau hakimnya sangat istimewa sehingga mengabaikan bukti-bukti yang diajukan jaksa KPK,” kata Wakil Ketua KPK Alexander Marwata kepada Medcom.id, Rabu, 28 Februari 2024.

KPK diyakini menetapkan Helmut sebagai tersangka sesuai aturan. Prosedur penetapan tersangka seperti ini sudah berjalan selama puluhan tahun.
 

Baca: Praperadilan Dikabulkan, Status Tersangka Helmut Hermawan Gugur

“Selama 20 tahun KPK berdiri hakim tidak pernah mempersoalkan penetapan tersangka pada tahap penyelidikan naik ke penyidikan,” ujar Alex.

Putusan praperadilan Helmut bakal dipelajari KPK. Alex yakin Helmut dapat kembali dijadikan tersangka dalam waktu dekat.

?Pengadilan Negeri Jakarta Selatan memenangkan gugatan praperadilan Helmut Hermawan. Status tersangka dalam kasus dugaan penerimaan suap dan gratifikasi untuknya dinyatakan gugur.

“Mengadili, menyatakan penetapan tersangka atas diri pemohon oleh termohon sebagaimana dimaksud Pasal 5 Ayat 1 huruf a atau Pasal 5 Ayat 1 huruf b atau Pasal 13 Undang-Undang nomor 31 tahun 1999 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi Jo Pasal 64 Ayat (1) KUHP adalah tidak sah dan tidak berdasar atas hukum oleh karenanya penetapan a quo tidak mempunyai hukum mengikat,” kata Hakim Tunggal Tumpanuli Marbun di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Selasa, 27 Februari 2024.

Hakim menilai KPK kurang bukti untuk menetapkan Helmut sebagai tersangka dalam kasus tersebut. Penanganan kasusnya juga dinilai bertentangan dengan aturan main dalam Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) dan Undang-Undang KPK.

“Berpotensi menjadi penyalahgunaan wewenang,” ujar Tumpanuli. 

Jangan lupa ikuti update berita lainnya dan follow  akun
Google News Metrotvnews.com


(M Sholahadhin Azhar)