Mantan Direktur Utama PT Pertamina (Persero), Karen Agustiawan. Dok. Istimewa
Achmad Zulfikar Fazli • 1 February 2024 22:16
Jakarta: Aparat penegak hukum di Indonesia diminta berkaca pada kasus SAP, perusahaan teknologi perangkat lunak asal Jerman, dalam gugatan perdata yang dilayangkan mantan Direktur Utama PT Pertamina (Persero), Karen Agustiawan, dkk kepada perusahaan akuntansi PT PricewaterhouseCoopers Indonesia (PwC). Berdasarkan penyelidikan Departemen Kehakiman AS, SAP diduga melakukan tindakan suap atau gratifikasi ke pejabat pemerintah beberapa negara, termasuk Indonesia pada akhir 2014 hingga 2022.
Meskipun SAP berasal dari Jerman, perusahaan itu tercatat di Bursa Efek New York. Berdasarkan regulasi Foreign Corrupt Practices Act (FCPA), pihak berwajib AS berhak melakukan penyelidikan dan tuntutan hukum bagi semua organisasi yang masuk ke institusi finansial mereka. Sehingga, SAP harus mematuhi regulasi negara Paman Sam.
Hal ini disampaikan pakar hukum, Zulkarnain Sitompul, saat berdiskusi dengan awak media usai menyaksikan sidang gugatan perdata Karen Agustiawan dkk, kepada perusahaan akuntansi PT PricewaterhouseCoopers Indonesia (PwC), di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Kamis, 1 Februari 2024.
"Berkaca dari kasus tersebut, jika SAP yang bukan berasal dari AS saja bisa dituntut, tentunya AS akan lebih keras terhadap perusahaan yang notabene adalah anak kandungnya sendiri. Sebut saja, Corpus Christi Liquefaction (CCL), anak usaha Cheniere Energy Inc., sebuah perusahaan AS yang saat ini kasusnya masuk tahap pelimpahan ke pengadilan Tipikor oleh KPK. Pasalnya, karena kontrak jual beli LNG antara Pertamina dengan CCL, dituding KPK telah menyebabkan kerugian negara di Indonesia," ujar Zulkarnain.
Zulkarnain mengatakan kasus penegakan hukum terhadap SAP ini seharusnya menjadi pelajaran, bagaimana AS yang memiliki integritas tinggi terhadap pemberantasan korupsi di negaranya.
Mantan Deputi Komisioner Bidang Hukum Otoritas Jasa Keuangan (OJK), itu menambahkan Amerika Serikat memiliki Securities and Exchange Commission (SEC). Menurut dia, SEC sangat teliti dalam memantau semua transaksi yang masuk ke dalam institusi keuangan mereka.
"Sehingga, jika terjadi ‘penyuapan’ atau gratifikasi yang dilakukan CCL kepada Karen, tentunya akan terdeteksi oleh SEC. Karena kontrak jual beli LNG antara Pertamina dan CCL sudah dilaporkan ke SEC. Dokumen kontraknya (SPA: Sales & Purchases Agreement) juga bisa diakses oleh publik," jelas Zulkarnain.
Sementara itu, kuasa hukum penggugat PwC, Humisar Sahala Panjaitan, mengatakan Laporan Audit Investigasi PwC pada Desember 2020 adalah prematur, gegabah, tidak akurat, dan menyesatkan kliennya.
Dia menjelaskan, dalam salah satu gugatannya, PwC menyebutkan Karen Agustiawan bekerja di perusahaan Blackstone Inc., yang disebut terafiliasi dengan BlackRock Group Inc., dan Cheniere Energy Inc., sebagai induk perusahaan.
"Sehingga, pengadaan LNG Corpus Christi dengan Pertamina disimpulkan oleh PwC telah menimbulkan conflict of interest antara Karen Agustiawan dengan pihak-pihak terkait," terang Sahala.
Baca Juga:
KPK Buka Penyelidikan Dugaan Korupsi dalam Akuisisi Pertamina-Maurel |