66 Penyelenggara Pemilu Diberhentikan, Proses Rekrutmen Disorot

Ilustrasi pemilu/MI

66 Penyelenggara Pemilu Diberhentikan, Proses Rekrutmen Disorot

Rahmatul Fajri • 6 January 2025 17:16

Jakarta: Sekjen Komite Independen Pemantau Pemilu (KIPP) Kaka Suminta menyoroti proses rekrutmen penyelenggara pemilihan umum (pemilu). Sorotan itu menyusul pemberhentian 66 penyelenggara pemilu karena melanggar kode etik.

Kaka menilai tim independen yang melakukan proses rekrutmen mayoritas berasal dari pemerintah. Seharusnya, kata ia, perlu pelibatan masyarakat sipil dan akademisi dalam proses rekrutmen.

"Pelibatan masyarakat sipil pada tim independen mungkin kemarin itu cukup lemah. Seharusnya masyarakat sipil dan akademisi cukup kuat. Ketika tim seleksi dari pemerintah ada irisan antara kepentingan pemerintah atau partai penguasa," kata Kaka, kepada Media Indonesia, Senin, 6 Januari 2025.

Kaka mengatakan masyarakat sipil dan akademisi, harus memiliki komposisi yang besar dalam tim seleksi independen penyelenggara pemilu. Pelibatan masyarakat sipil dan akademisi, diharapkan dapat memantau calon penyelenggara pemilu yang benar-benar memiliki integritas.
 

Baca: DKPP Temukan Penyelenggara Pemilu Tak Netral dan Anggota Partai

"Kita sempat kritik soal komposisi tim seleksi tapi kita coba lihat hasilnya. Sekarang hasil putusan DKPP yang memberhentikan 66 penyelenggara pemilu mengonfirmasi bahwa perlu ada evaluasi menyeluruh dalam proses rekrutmen, sehingga nantinya diharapkan menghasilkan penyelenggara yang berintegritas," pungkasnya. 

Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) menerima 790 pengaduan dugaan pelanggaran Kode Etik Penyelenggara pemilu (KEPP) selama 2024. Ketua DKPP Heddy Lugito menjelaskan dari ribuan pengaduan itu, 237 perkara telah disidangkan dan hasilnya sebanyak 66 penyelenggara pemilu baik KPU dan Bawaslu diberhentikan tetap dan 5 orang diberhentikan dari jabatan Ketua. 

Heddy menjelaskan sebanyak 260 teradu diberikan Teguran Tertulis dengan sanksi Peringatan, 101 Peringatan Keras dan 26 Peringatan Keras Terakhir. Namun demikian, sebanyak 532 lainnya dipulihkan nama baiknya/direhabilitasi karena tidak terbukti melanggar KEPP.

“Pengaduan tertinggi terjadi bulan Desember sebanyak 125, kemudian Maret (98), dan Mei (79),” kata Heddy, ketika konferensi pers di kantor DKPP, Jakarta Pusat, Senin (6/12).

Heddy menjelaskan sebagian besar penyelenggara pemilu yang diberhentikan terkait dengan ketidaknetralan yang terjadi pada masa kampanye, pemungutan suara sampai penetapan hasil.

Jangan lupa ikuti update berita lainnya dan follow  akun
Google News Metrotvnews.com


(M Sholahadhin Azhar)